TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi Siswaja Lukman, menyatakan bahwa pengetatan impor hortikultura yang berlaku sejak Oktober tahun lalu telah mengganggu industri. "Mulai terasa perlambatan, soalnya 70 persen buah untuk bahan baku jus dan puree itu masih impor," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2013.
Menurut Adhi, peraturan baru impor hortikultura membuat proses importasi memakan waktu yang lebih lama. Tak hanya itu, jumlah impor pun jadi terbatas.
Adhi menyarankan, untuk produk buah dan sayur yang memang tidak ada atau sangat sedikit produksinya di dalam negeri, impor tidak perlu dibatasi. "Seperti bawang, dibatasi untuk melindungi siapa? Tidak ada produksinya di sini," ujarnya.
Selain itu, kata Adhi, industri makanan dan minuman juga menghadapi beberapa tantangan lain pada awal tahun ini, yakni kenaikan tarif dasar listrik dan upah buruh. Rencana pemerintah untuk menaikkan harga gas 50 kilogram juga mulai membebani pikiran pengusaha.
Untuk menghadapinya, kata Adhi, beberapa pengusaha telah menaikkan harga produknya sekitar 5-10 persen. Namun masih ada beberapa pengusaha yang bertahan dengan mengorbankan margin keuntungan mereka.
Hanya, Adhi ragu mereka yang tak menaikkan harga itu dapat bertahan hingga April. Sebab, terlalu riskan jika sebuah perusahaan bertahan dengan keuntungan di bawah 5 persen. "Kalau margin di bawah itu, kita tak bisa lagi mengembangkan produk," katanya. Namun, Adhi tetap optimistis bahwa tahun ini industri makanan dan minuman dapat tumbuh 8 persen dengan total omzet mencapai Rp 750 triliun.
PINGIT ARIA
Berita ekonomi lainnya:
Dahlan Iskan: Indonesia Terlalu Banyak Politikus
Kereta Ekonomi Non AC Bakal Dihapuskan
Harga Bawang Putih di Cina Juga Naik
Juli, Kereta Api Non AC Ditiadakan
Gaji Dokter Honorer Jakarta Hanya Rp 1,9 Juta
MUI Siapkan Sanksi untuk Golden Traders
Menteri Agus : Inalum Akan Jadi BUMN Mandiri