TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Abetnego Tarigan mengkritik kebijakan Bank Dunia yang mendukung pola pertanian terpadu skala besar (food estate). Bank Dunia melalui kebijakan Responsible Agricultural Investment (RAI) telah melegitimasi aksi korporasi terhadap lahan agrikultural di seluruh dunia.
Praktik penguasaan lahan ini menyebabkan petani skala kecil semakin terpuruk karena tidak lagi menguasai sumber pangan dan harga pangan yang dikuasai oleh pihak swasta akhirnya merugikan semua rakyat.
Abetnego menilai pola pertanian skala besar itu mendorong praktek spekulasi komoditas pangan, "Bahan pokok seperti beras dan jagung tidak seharusnya dijadikan spekulasi yang akan merugikan petani skala kecil," ia menegaskan.
Menurutnya spekulasi sumber pangan ini akan memperburuk kemiskinan keluarga petani kecil, mereka akan kehilangan akses terhadap sumber pangan akibat penguasaan besar-besaran oleh korporasi swasta maupun asing. "Pemerintah harus mendorong kebijakan pangan di tingkat lokal dan nasional untuk mempertahankan kedaulatan pangan," ia menambahkan.
Bank Dunia mencatat investasi pada sektor pertanian global meningkat tiga kali lipat dari US$2,5 milyar di tahun 2002 menjadi US$ 6-8 miliar di tahun 2012. Namun kenaikan harga pangan pada tahun 2002-2008 mencapai 85% dan meningkatkan jumlah orang kelaparan dan kurang gizi di dunia mencapai 870 juta orang antara tahun 2010-2012 berdasarkan data FAO.
Menurut catatan FAO, sejak 2007, harga pangan di dunia mengalami kenaikan setelah empat dekade terakhir. Kemudian, pada tahun 2008 dan 2011, harga pangan cenderung naik dan turun secara drastis. Praktek spekulasi komoditas pangan oleh bank-bank besar dan lembaga keuangan internasional yang terpuruk akibat krisis finansial mendorong praaktik spekulasi pangan atau pengalihan investasi skala besar di sektor pertanian, terutama di negara-negara Asia dan Afrika.
Data BPS menunjukkan luas lahan pertanian padi di Indonesia pada tahun 2010 tinggal 12,870 juta hektar, menyusut 0,1% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 12,883 juta hektar. Luas lahan pertanian secara keseluruhan termasuk non-padi pada 2010 diperkirakan berjumlah 19,814 juta hektar, menyusut 13 persen dibanding tahun 2009 yang mencapai 19,853 juta ha.
Sementara itu pemerintah justru seakan terus melegalkan berbagai bentuk perampasan tanah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar melalui program-program seperti food estate, REDD+ dan lainnya.
FIONA PUTRI HASYIM