TEMPO.CO , Jakarta: Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berupaya menyelesaikan renegosiasi harga jual gas bumi ke Fujian, Cina pada akhir 2012. Deputi Bidang Pengendalian Operasi BP Migas Gde Pradnyana mengharapkan harga jual baru bisa berlaku mulai awal 2013.
"Kami akan mengupayakan harga yang terbaik. Bisa saja harga ke Fujian nanti lebih tinggi daripada harga jual gas lokal," kata Gde di Jakarta.
Gde menjelaskan, skema harga jual gas ke Fujian menggunakan patokan batas bawah dan batas atas harga minyak bumi. Pada 2006, ditetapkan batas atas harga minyak bumi US$ 38 per barel, harga ekspor gas ke Fujian US$ 3,35 per mmbtu. Harga ini di bawah rata-rata harga jual gas di pasar domestik sekitar US$ 5 sampai US$ 6 per mmbtu.
Karena patokan batas atas dan batas bawah ini, harga jual gas ke Fujian tak ikut naik, meskipun harga minyak bumi telah naik hampir 200 persen menjadi sekitar US$ 100 per barel. Sementara harga ekspor gas ke Jepang yang menggunakan skema mengikuti fluktuasi harga minyak bumi harga gas berkisar belasan dolar per mmbtu.
Untuk menaikkan harga jual, BP Migas juga mempelajari kemungkinan tak menggunakan batas atas dan batas bawah. "Berbagai opsi dilihat, tetapi ini bukan kontrak baru, jadi mesti sepakat dengan mereka," kata Gde.
Meskipun saat ini Cina juga mengembangkan produksi shale gas dan coalbed methane (CBM) di dalam negerinya, Gde menilai hal ini tidak akan mengancam Indonesia. Jika pembeli di Cina tidak menerima gas dari Indonesia karena melimpahnya pasokan di dalam negeri, maka ekspor bisa dialihkan. "Seperti kontrak dengan Sempra, bisa dijual ke pasar lain. Hal ini juga bisa terjadi kepada Cina," kata Gde.
Sebelumnya, di Amerika Serikat harga gas alam jatuh menjadi US$ 2 sampai US$ 3 per mmbtu karena melimpahnya produksi gas non-konvensional. Sempra Energy, salah satu pembeli gas alam dari Lapangan Tangguh, Papua Barat, kemudian mengurangi impor gas dari Indonesia yang berharga US$ 7 sampai US$ 9 per mmbtu.
Saat ini Cina sedang mengembangkan produksi gas non konvensional baik shale gas maupun CBM. Sebelumnya, Shell telah menandatangani kontrak bagi hasil pertama di Cina pada Maret 2012 dan berencana menginvestasikan US$ 1 miliar per tahun.
BERNADETTE CHRISTINA
Terpopuler:
Terlilit Hutang, Sharp akan Pangkas 8.000 Karyawan
Setelah Gagal Akuisisi Pacnet, Telkom Incar Perusahaan Lain
Pengusaha Tunggu Revisi Harga Bahan Bakar Nabati
Eropa Masih Jadi Pasar Andalan BBN Indonesia
Industri Timah Kurangi Produksi Hingga 70 persen
Penjualan Bank Mutiara Jangan Dipaksakan
Pertumbuhan Ekonomi 2013 Disarankan 6-6,3 Persen
Sriwijaya Air Tak Tahu Pesawatnya Delay
Lebaran, Konsumsi Pertamax Naik 100 Persen
Pemerintah Didesak Lakukan Audit Sebelum Impor Gula