TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia menolak diterbitkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengenai komponen kebutuhan hidup layak (KHL).
"Pemerintah tidak mempertimbangkan skala besar kecil sebuah perusahaan sehingga KHL tersebut terkesan dipukul rata ke semua lapis," kata Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi pada Jumat, 3 Agustus 2012 di Jakarta.
Baca Juga:
Menurut Sofjan seharusnya pemerintah berkaca dari penetapan upah minimum regional. Di mana menurut Sofjan setelah berjalan banyak perusahaan skala kecil yang kesulitan membayarkan upah sesuai peraturan.
Senada Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhammad Rusdi juga menolak adanya peraturan tersebut. Menurut dia penambahan komponen yang ada tidak mewakili kebutuhan pokok para pekerja.
"Hal penting seperti obat-obatan bahkan sekadar P3K tidak dimasukkan," kata Rusdi. Dia menilai pemerintah abai terhadap keberadaan pekerja sehingga hal seperti ini tidak diperhatikan.
Perwakilan Dewan Pengupahan Nasional, Myra Hanartani membantah anggapan pemerintah tidak mempertimbangkan penambahan komponen tersebut. Menurut Myra apa yang dilakukan pemerintah justru menjembatani antara buruh dan pengusaha.
Dia mengatakan beberapa permintaan buruh tidak masuk dalam standar mengenai hidup layak sehingga hal tersebut tidak mungkin dibebankan baik kepada pemerintah maupun pengusaha.
Beberapa waktu lalu Menakertrans Muhaimin Iskandar menerbitkan Permenakertrans No. Per- 17/MEN/VIII/2005 yang di dalamnya ada penambahan jumlah komponen KHL menjadi 60 jenis dari 36 jenis.
Melalui permen tersebut ada 14 jenis komponen baru yang ditambahkan pada KHL yaitu Ikat pinggang, kaos kaki, deodorant, setrika 250 watt, rice cooker ukuran 1/2 liter, celana pendek, pisau dapur, semir dan sikat sepatu, rak piring portable plastik, sabun cuci piring (colek) 500 gr per bulan, Gayung plastik ukuran sedang, sisir, ballpoint/pensil, cermin 30 x 50 cm.
SYAILENDRA