TEMPO.CO, Jakarta - Prospek ekonomi global yang masih negatif membuat dolar Amerika Serikat (AS) tetap menjadi safe haven bagi para investor. Imbasnya mata uang regional, termasuk rupiah, kembali melemah.
Mencuatnya kembali kecemasan atas krisis utang Eropa setelah Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengeluarkan komentar bahwa hingga saat ini belum ada solusi untuk mengakhiri krisis sempat menekan euro. Jadi dolar AS kembali cenderung menguat terhadap mata uang utama dunia.
Di transaksi pasar uang hari ini rupiah ditutup melemah 8 poin (0,08 persen) ke level 9.460 per dolar AS. Terdepresiasinya mata uang Asia lainnya juga turut menjadi hambatan bagi rupiah melanjutkan penguatan.
Pengamat pasar uang, Lindawati Susanto, mengatakan masih banyaknya sentimen negatif di pasar membuat rupiah masih tertahan di atas 9.400 per dolar AS. Diturunkannya proyeksi pertumbuhan global tahun 2013 menjadi 3,9 persen dari perkiraan sebelumnya 4,1 persen mencuatkan kecemasan para pelaku pasar terhadap perlambatan ekonomi.
Euro yang masih tertahan di level US$ 1,22 dan yen yang menguat ke 78 per dolar AS membuat rupiah masih terjebak di rentang 9.400 hingga 9.500 per dolar AS. Tren pergerakan kedua mata uang tersebut menjadi indikator prospek plobal.
Inflasi bulan ini diperkirakan akan cenderung naik seiring dengan merambatnya harga–harga barang, terutama bahan kebutuhan pokok menjelang bulan puasa dan Lebaran. “Namun, masih terkendali dan sesuai dengan perkiraan asal pemerintah bisa menjaga pasokan,” tuturnya.
Krisis Eropa yang masih berlangsung membuat dolar AS tetap menjadi prioritas utama para pemodal. Meskipun ekonomi Negeri Abang Sam masih rapuh, masih lebih baik dibandingkan dengan kondisi di Eropa.
VIVA B. KUSNANDAR