TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dan migas dari ECThink, Iman Sugema, mengatakan angka subsidi yang ditawarkan pemerintah dalam RAPBN Perubahan 2012 terlalu besar. "Angka Rp 178 triliun harusnya bisa menjadi Rp 148 triliun," katanya, hari ini.
Angka tersebut didapatnya dari penghitungan berdasarkan asumsi realisasi anggaran APBN 2011. "Tahun lalu realisasinya Rp 164,7 triliun, ICP 111 dolar per barel, realisasi volume 41,7 juta kiloliter, dan nilai tukar rupiah Rp 8.800," katanya.
Ia mengatakan pada RAPBN-P 2012, pemerintah menentukan ICP 105 dolar per barel, perkiraan volume subsidi 40 juta kiloliter, dan nilai tukar rupiah Rp 9.000. "Dengan perhitungan yang sama, hasilnya didapat hanya Rp 148 triliun," ia menuturkan.
Menurut Iman, angka Rp 178 triliun baru didapat jika pemerintah mengasumsikan volume konsumsi 40 juta kiloliter dan ICP 115 dolar per barel. "Kalau kesepakatannya hanya 105 dolar per barel, ada selisih Rp 30,6 triliun," katanya.
Dengan tidak menaikkan harga BBM, pemerintah dianggap tetap bisa menyehatkan anggaran keuangan negara. "Selisihnya besar," kata Iman. Ia menduga, tata hitung angka subsidi yang diajukan sengaja disembunyikan pemerintah. "Jadi bila nanti ada kenaikan harga minyak, anggaran tetap aman," ucapnya.
Pemerintah melalui Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan kenaikan BBM sebesar Rp 1.500 adalah harga mutlak. "Jika harga tidak naik, ada disparitas harga, volume konsumsi BBM akan naik jadi 47,8 juta kiloliter," katanya. Lonjakan tersebut disebabkan oleh adanya migrasi pengguna BBM tak bersubsidi ke BBM bersubsidi yang selisihnya mencapai dua kali lipat.
Ihwal migrasi, Iman menolak pernyataan pemerintah. Ia menyodorkan data, pengguna Pertamax pada 2010 sebesar 683.843 jiwa. Bandingkan dengan pengguna Premium sebesar 22.391.362 jiwa. "Jika ada migrasi Pertamax ke Premium jumlahnya tak seberapa," ujarnya.
Namun ia mengaku bahwa dalam angka 22 juta pengguna Premium banyak di antaranya kalangan yang tak perlu disubsidi. Yang harus dilakukan pemerintah, ia menyarankan, adalah memigrasikan pengguna BBM bersubsidi yang masuk golongan menengah ke atas untuk mengkonsumsi BBM non-subsidi.
M. ANDI PERDANA