TEMPO Interaktif, Jakarta - Sebanyak 67 ekor ayam ketawa masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok tanpa dokumen resmi. Akhirnya Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok menyita puluhan ayam tersebut karena tidak dilengkapi dengan surat-surat resmi, baik dari dinas peternakan maupun dari karantina hewan di tempat asal.
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini mengatakan meski ayam tersebut masuk tanpa dilengkapi dokumen resmi, pihaknya tidak akan memusnahkan karena ayam ketawa merupakan plasma nutfah asli Indonesia.
“Ayam-ayam itu sudah kami periksa dan sehat. Karena itu kami akan serahkan ke Dinas Peternakan DKI dan Kebun Binatang Ragunan " kata Banun ketika dihubungi Tempo, Sabtu 10 Desember 2011.
Banun mengatakan ayam ketawa itu bukan berasal dari luar negeri. Ayam ketawa dibawa oleh penumpang Kapal Laut KM Lambobar yang berangkat dari Makassar pada 29 November lalu.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Agus Sunanto, mengatakan dari laporan intelijen saat KM Lambobar bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, ayam tersebut rencananya akan diturunkan, tapi ternyata batal. Petugas Karantina Pertanian lalu menunggu hingga KM tersebut bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Setelah diperiksa, ujar dia, ternyata pemilik ayam tersebut tidak bisa menunjukkan dokumen atau sertifikat kesehatan hewan dari Dinas Peternakan dan melapor ke Karatina Hewan. “Pihak Karantina sudah meminta pemiliknya untuk mengurus dokumen. Namun dalam jangka waktu tiga hari yang ditetapkan Karantina ternyata pemiliknya tidak juga bisa melengkapi dokumen,” ujarnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, setiap hewan dan tumbuhan yang diperdagangkan harus dilengkapi dokumen Sertifikat Kesehatan Hewan dari daerah asal. Selain itu juga melapor ke pihak karantina.
Karena tidak bisa melengkapi dokumen, pihak Karantina akhirnya menyita ayam-ayam yang rencananya akan dibawa ke Jambi, Sukabumi, dan Bekasi itu. Sebagai ayam koleksi, nilai ayam ketawa memang relatif mahal. Harga ayam ketawa dewasa mencapai Rp 3-4 juta per ekor, sedangkan harga anak ayam sekitar Rp 500 ribu per ekor.
Dari hasil pemeriksaan terhadap 67 ayam ketawa yang disita, ternyata, 1 ekor ternyata sudah mati. Sedangkan ke-66 ayam lainnya lalu dibawa ke Instalasi Balai Besar Karantina Soekarno-Hatta untuk pengambilan sampel dan diperiksa di laboratorium. Dari hasil pemeriksaan oleh petugas laboratorium, ayam tersebut ternyata bebas dari virus flu burung atau HPAI (high pathogenic avian influenza).
“Dengan masih merebaknya wabah flu burung di beberapa wilayah Indonesia pemerintah memang memperketat perdagangan unggas,” kata dia.
Sementara itu Kepala Badan Layanan Umum Daerah Taman Margasatwa Ragunan, Enny Pudjiwati, mengatakan pihaknya bersedia menampung ayam ketawa yang disita tersebut. Selama ini, kata dia, pihaknya juga kerap menerima titipan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Kehutanan. Misalnya orang utan, elang, dan satwa-satwa lain yang dilindungi.
“Kami berharap ayam ketawa bisa jadi koleksi Ragunan. Kami juga sering mendapat hewan titipan. Ada yang merupakan hasil sitaan dari orang yang memelihara atau sitaan yang akan diperdagangkan. Ada juga dari kesadaran masyarakat yang langsung menyerahkan,” kata Enny.
ROSALINA