TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar mengatakan rencana Bank Indonesia (BI) untuk memberlakukan aturan hasil devisa yang disimpan di bank nasional sebagai kebijakan yang perlu disosialisasikan kepada eksportir terlebih dahulu.
"Yang penting, bagaimana melakukan sosialisasi secara menyeluruh. Kami perlu mendengar peluang dan kondisi yang harus dipenuhi perbankan agar proses itu bisa segera dilakukan," kata Mahendra setelah acara Peningkatan Ekspor Melalui Mekanisme Kerja Sama, 14 September 2011.
Baca Juga:
Menurut Mahendra, tujuan Bank Indonesia memberlakukan aturan tersebut cukup baik mengingat kondisi perekonomian global dan daya saing yang meningkat. "Saya kira tujuannya baik. Tapi kami juga perlu mendengar masukan dari pihak pengusaha."
Dengan adanya saran dan masukan dari kalangan pengusaha maka dapat menjadi kesempatan untuk melihat perspektif lain yang berbeda. Sebab, kepentingan dan pemikiran tiap pengusaha sering berbeda sehingga perlu ditampung untuk bahan merumuskan kebijakan.
"Pada gilirannya, masing-masing eksportir dengan skala bisnisnya tahu berapa besar volume ekspor, modal kerja, ekspansi usaha, serta investasinya. Tujuannya bukan dalam konteks untuk merahasiakan, tapi untuk lebih saling membangun kepercayaan," katanya.
Sebelumnya, BI akan mengeluarkan aturan Lalu Lintas Devisa yang mewajibkan devisa hasil ekspor dan utang luar negeri disimpan di bank nasional. Peraturan ini bertujuan mendukung stabilitas rupiah dan meningkatkan perkembangan sektor perbankan di Indonesia.
Kebijakan tersebut sedang digodok oleh bank sentral, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Badan Pusat Statistik. Kebijakan ini direncanakan akan diterbitkan pada akhir bulan ini atau paling lambat Oktober mendatang.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi meminta pemerintah berhati-hati menerapkan kebijakan tersebut. Sebab, selama ini pembiayaan sektor perdagangan ekspor banyak diperoleh dari perbankan asing yang memberi bunga dan fasilitas lebih baik.
"Tujuannya baik, cuma pelaksanaannya harus jelas bentuknya. Kalau nanti devisa harus masuk ke dalam negeri dan tidak boleh keluar, nanti mereka tidak mau kasih pinjaman lagi," ujarnya. Kebijakan ini, kata dia, "akan merugikan perusahaan-perusahaan di Indonesia."
Menurut Sofjan, yang terpenting adalah pemerintah lebih dahulu melakukan sosialisasi, khususnya kepada pelaku eksportir dalam negeri. "BI sudah beritahu saya sebulan lalu, tapi tidak menyangka penerapannya akan secepat ini."
Bank sentral sebaiknya membicarakan rencana ini dengan eksportir besar, seperti kelapa sawit dan migas, agar jangan sampai mengganggu usahanya. "Ini tujuannya mungkin baik, tapi eksportir harus tahu teknis dan bentuk aturannya seperti apa," kata Sofjan.
ROSALINA