TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Perindustrian tetap akan mengusulkan pemberlakuan langkah disinsentif pada produk-produk impor yang mendominasi pasar dalam negeri. Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat langkah tersebut dilakukan untuk kepentingan dalam negeri. "Amerika Serikat saja berani memberlakukan disisentif untuk melindungi kepentingan nasional," katanya Senin 12 September 2011 di Jakarta.
Pemerintah berencana menerapkan Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) atas produk impor. Menurut Hidayat produk-produk impor yang akan dikenai aturan tersebut adalah yang memiliki konsumen besar di pasar Indonesia namun tidak memiliki basis produksi di Indonesia.
Salah satu produk yang diusulkan terkena kebijakan tersebut adalah Blackberry. Produsen solar panel Bosch juga dikabarkan diusulkan terkena kebijakan tersebut. Kedua prinsipal tersebut dianggap hanya menjadikan Indonesia sebagai target pasar tanpa bersedia membangun basis produksi di Indonesia. Bahkan mereka membangun basis produksi di Malaysia walaupun pangsa pasar mereka di Indonesia jauh lebih tinggi dibanging dengan Malaysia.
Menurutnya saat ini pemerintah kembali melakukan pembicaraan dengan sejumlah principal terkait dengan rencana pemberlakuan aturan tersebut. "Saat ini, kami sedang mencari titik persamaan untuk bisa duduk bersama, mereka juga sedang mengkaji keseriusan pemerintah," katanya.
Pro dan kontra rencana tersebut muncul dari sejumlah pihak. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Chris Kanter meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali usulan kebijakan disinsentif tersebut. Alasannya kebijakan tersebut berpotensi berlawanan dengan kesepakatan dagang yang telah diteken Indonesia sendiri. "Seperti rencana pemberlakuan PPnBM pada Blackberry karena Blackberry berencana membangun pabrik di Malaysia, padahal Indonesia dan Malaysia terikat kesepakatan perjanjian di Asean," katanya.
Sehingga jika pemerintah ngotot ingin menerapkan kebijakan tersebut semestinya harus ada renegosiasi posisi kesepakatan di Asean.
Lebih jauh, lanjutnya, semestinya pemerintah menjadikan keputusan pihak Blackberry untuk membangun basis produksi di Malaysia, bukan di Indonesia, sebagai bahan evaluasi diri dan melakukan perbaikan penciptaan iklim investasi yang baik. Saat ini investor enggan masuk ke Indonesia karena iklim investasi di Indonesia masih kurang memadai. Sejumlah persoalan yang dianggap menjadi ganjalan adalah pada UU Ketenagakerjaan dan infrastruktur yang tidak memadai.
"Pemberian PPnBM tidak akan menarik mereka investasi di sini, mestinya selesaikan dulu sumber masalahnya, kalau tidak, investor tak bakalan mau investasi di sini," katanya. Chris juga mengangap pemberlakuan PPnBM itu nanti justru akan memberatkan konsumen di dalam negeri.
Namun Ekonom Indef Didik J Rachbini menyatakan mendukung rencana pemerintah tersebut. Menurutnya pangsa pasar Indonesia yang besar juga merupakan daya tawar bagi investor untuk masuk. Para principal yang telah mengambil keuntungan besar dari pasar di Indonesia harus bisa memberikan timbal balik pada Indonesia. "Kalau mereka tidak memberi kita keuntungan, mereka semestinya dikenakan disisentif, agar adil," katanya.
Didik berpendapat pemberlakuan disinsentif itu tidak melanggar peraturan WTO. "Karena itu kebijakan dalam negeri," ujarnya. Apalagi, lanjutnya praktik serupa juga telah diterapkan atas produk otomotif yang yang diimpor penuh dalam bentuk utuh tanpa melalui proses perakitan di dalam negeri. "Produk itu dikenakan pajak lebih tinggi dibandingkan produk otomotif produksi lokal," ujarnya.
AGUNG SEDAYU