TEMPO Interaktif, Jakarta - PT Pertamina (persero) akan menindak tegas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang diketahui melakukan penyelewengan dalam penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Mochammad Harun, memaparkan bahwa hingga saat ini, Pertamina telah mencatat setidaknya terdapat 61 pompa bensin yang ketahuan menyimpang. "SPBU 'nakal' itu biasanya menjual BBM subsidi ke daerah-daerah industri," ujarnya, Jumat, 29 Juli 2011. SPBU nakal tersebut paling banyak diketahui berada di dekat daerah industri dan kawasan pertambangan, seperti kawasan Kerawang, Lampung, dan beberapa provinsi di Kalimantan.
Sebagai bentuk sanksi, Pertamina melarang SPBU beroperasi dalam jangka waktu tertentu dan tidak boleh menjual bahan bakar. Namun, dikarenakan SPBU merupakan pelayanan umum dan sebentar lagi akan memasuki bulan puasa, kebutuhan masyarakat akan bahan bakar harus tetap dipenuhi. "Jadi, kami stop penjualan BBM subsidi ke sana, mereka hanya boleh menjual BBM non-subsidi saja," tegasnya.
Dia mengakui, marjin keuntungan dalam menjual BBM non-subsidi memang tipis. Jadi, belum tentu pom bensin yang dihukum hanya bisa jual BBM non-subsidi tersebut mampu bertahan dengan sanksi yang diberikan oleh Pertamina. Apabila SPBU tidak sanggup beroperasi akibat ketentuan tersebut, Pertamina akan mengambil alih dalam operasional pom bensin tersebut. "Karena kita harus dahulukan kebutuhan masyarakat," ujar Harun. Jangka waktu pengambilalihan akan ditentukan Pertamina kemudian.
Mencegah aksi penyelewengan dalam distribusi BBM subsidi di bulan puasa dan Lebaran, Pertamina kini meningkatkan pengawasan melalui kerja sama dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPHMigas) dan Pemerintah Daerah setempat. Meskipun pengawasan diperketat, Pertamina mengaku tidak membatasi kuota BBM. Demi tercukupinya kebutuhan masyarakat, pemerintah malah menambah impor Premium dan Solar selama bulan Juli dan Agustus.
Impor Premium, misalnya, yang biasanya ada di kisaran 5 sampai 6 juta barel per bulan. Khusus untuk bulan puasa dan Lebaran, impor ditingkatkan menjadi 8,4 juta barel. Sedangkan Solar sebanyak 4,4 juta barel
GUSTIDHA BUDIARTIE