TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah akan membentuk konsorsium peternakan sapi untuk memudahkan distribusi daging sapi lokal sebagai dukungan terhadap swasembada daging pada 2014. "Menteri Pertanian sudah mengiyakan dan akan melihat detail konsepnya," kata Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Prabowo Respatiyo di Jakarta, Senin, 11 Juli 2011.
Menurut Prabowo, kendala swasembada sapi selama ini adalah distribusi. Konsorsium dirancang untuk memuluskan distribusi jutaan daging sapi potong lokal di berbagai pelosok Tanah Air. Berdasar sensus sementara Badan Pusat Statistik awal Juli lalu, jumlah ternak mencapai 16 juta ekor. Angka ini terdiri atas sapi potong sebanyak 14,46 juta ekor dan sisanya kerbau.
Konsorsium ditargetkan terbentuk tahun ini. Untuk mewujudkan itu, Kementerian mengajukan anggaran Rp 15 triliun. Dalam teknis operasional konsorsium, pemerintah melibatkan badan usaha milik negara (BUMN) peternakan dan Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI). BUMN yang mendukung konsorsium antara lain PT Berdikari Livestock dan PT Dharma Jaya.
Melalui konsorsium sapi dikumpulkan di satu lokasi strategis. Pemerintah akan membeli dengan uang muka 70 persen dari harga sapi. Sisanya dilunasi setelah sapi digemukkan oleh BUMN. Kemudian sapi dipotong dan disimpan dengan sistem resi gudang sebelum didistribusikan. Distributor diminta menyerap 10-20 persen daging lokal.
Aksi beli merupakan tujuan lain pemerintah untuk mengamankan pendapatan peternak melalui stabilisasi harga. Prabowo menyebutkan, minimal harga beli di tingkat peternak Rp 21.500 per kilogram. Selama ini harga bisa jatuh ke kisaran Rp 16 ribu per kg bobot hidup. Pemerintah juga menargetkan harga daging berkualitas pada kisaran Rp 60-70 ribu per kilogram.
Ketua ADDI, Suharjito, menyatakan pembentukan konsorsium merupakan cara paling ideal untuk mengelola ternak. Namun, ia meminta pemerintah tak hanya menggalakkan peternakan, tapi juga rumah pemotongan hewan yang higienis dan profesional. ADDI sangat menekankan poin ini karena berkaitan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Setelah memperbaiki standar rumah potong, hal penting lain yang patut diubah adalah kultur produsen agar berkomitmen pada kualitas. "Harus ada kontinuitas kualitas," ujar Suharjito. Ia menambahkan, budaya pengusaha Indonesia cenderung menurunkan kualitas ketika suatu produk laku di pasaran. "Misal, beratnya dikurangi.”
Sebetulnya, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat menyayangkan langkah pemerintah yang menerima kembali impor sapi Australia. Dewan khawatir hal itu mematikan peternak lokal. Wakil Ketua Komisi Pertanian Anna Muawwanah mengatakan, sejak penangguhan ekspor, harga sapi lokal mencapai Rp 25.500 dari sebelumnya Rp 20 ribu per kilogram bobot hidup.
"Peternak baru menikmati kenaikan itu. Tiba-tiba ada pernyataan impor sapi dibuka lagi," katanya dalam rapat kerja dengan Kementerian Pertanian. Anna menambahkan, pemerintah perlu membuat lokasi khusus sehingga peternak dapat menjual langsung sapinya tanpa melalui belantik atau perantara. "Belantik mengambil untung besar."
ATMI PERTIWI | ROSALINA