TEMPO Interaktif, Tokyo - Presiden Tokyo Electric Power Co. Masataka Shimizu meletakkan jabatan hari ini Jumat 20 Mei 2011, bertanggung jawab atas krisis nuklir yang memaksa 80.000 orang diungsikan, menyebabkan kerugian fiskal, dan membuat Jepang kekurangan pasokan energi dalam jangka panjang.
Keputusan Masataka Shimizu untuk mundur diambil ketika utility company raksasa ini mengumumkan kerugian US$ 15 miliar untuk tahun fiskal yang berakhir Maret. Shimizu telah mengisyaratkan bulan lalu bahwa ia akan mundur ketika krisis nuklir mereda. Ia berkata pada wartawan bahwa ia ingin “mengambil tanggung jawab manajerial dan melakukan penutupan simbolis” krisis itu.
Toshio Nishizawa, managing director Tepco, akan mengambil alih posisi Shimizu. Shimizu (66) telah menghilang dari publik selama berminggu-minggu setelah krisis nuklir. Tepco mengatakan di akhir Maret, ia dirawat di rumah sakit karena hipertensi dan kelelahan. Ketika Shimizu muncul lagi, perusahaan mendapat semburan kritik dalam usahanya menstabilkan reaktor, mengamankan pekerja, dan membuat jadwal kembalinya para pengungsi ke rumah-rumah mereka.
Sejak gempa 11 Maret dan tsunami memicu krisis nuklir, nilai saham Tepco turun 80%. Dana yang disokong pemerintah akan menjaga agar utility company ini tidak runtuh, dengan bantuan uang pajak dan sumbangan dari utility company lainnya. Tetapi Tepco harus membayar puluhan miliar dolar untuk kompensasi pada pengungsi yang kehilangan rumah dan bisnis mereka. Perusahaan ini kemungkinan terpaksa harus memotong gaji dan dana pension, serta menjual aset-asetnya.
Pada tahun fiskal 2009, laba bersih Tepco dilaporkan sekitar US$ 16 miliar. Shimizu menjadi presiden tahun 2008, tetapi ia menghabiskan seluruh karirnya di Tepco dimana ia bergabung sejak lulus dari universitas. Beberapa pekan terakhir ini, Shimizu membuat rangkaian permintaan maaf, berkunjung ke pusat pengungsian, dimana ia membungkuk dalam-dalam pada para penghuninya.
Baca Juga:
Tepco punya bercak dalam track record-nya, dan perusahaan itu menolak pernyataan yang mengatakan reaktor Fukushima Daiichi kekurangan perlindungan terhadap tsunami. Pekan ini Perdana Menteri Naoto Kan mengisyaratkan, ia akan meninjau ulang struktur perusahaan dalam sistem energi Jepang saat ini, yang tergantung pada monopoli regional.
THE WASHINGTON POST | ATMI PERTIWI