TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan mengatakan kesenjangan harga antara bahan bakar jenis premium dengan pertamax terlalu besar. Faktor itu menyulitkan pemerintah membatasi konsumsi premium.
"Karena jarak harga terlampau jauh itu sulit mengimbau konsumen untuk beralih menggunakan pertamax," kata Rusman seusai rapat koordinasi ketahanan pangan di kantor Kementerian Bidang Perekononian, Jakarta, Rabu (9/3).
Tiga opsi pembatasan bahan bakar bersubsidi juga belum diputuskan salah satunya, karena masing-masing opsi memiliki dampak langsung ke masyarakat.
Tiga opsi itu adalah, harga premium naik Rp 500 per liter, penetapan harga pertamax untuk mendorong peralihan konsumsi ke pertamax, dan menjatah konsumsi premium.
Menurut Rusman, kesenjangan harga dua jenis bahan bakar subsidi dan nonsubsidi itu semakin tidak sehat. Harga jual premium Rp 5500 per liter dan pertamax Rp 8050 per liter, sulit mengalihkan konsumsi ke pertamax.
"Kalau di lapangan masih dijual dengan selisih harga cukup besar, konsumsi premium akan semakin banyak dan pertamax sedikit," katanya.
Opsi menaikkan harga premium dinilai Rusman cara praktis. Jika dilakukan, harus memperhatikan inflasi dan dampak langsung terhadap masyarakat.
Hamluddin