"Kami melarang penggunaan permen sebagai alat tukar di toko," kata Irawan D. Kadarman, Corporate Affair Director PT Carrefour Indonesia ketika dihubungi Tempo, Selasa (20/10).
Sebagai jalan tengah, pihaknya lebih memilih untuk membulatkan harga produk. "Pembulatannya tergantung harga produk. Entah itu pembulatan ke atas atau ke bawah, yang penting tidak merugikan konsumen," tuturnya.
Irawan mengungkapkan, memang sulit mendapatkan uang receh. Tapi, kata dia, untuk memenuhi kebutuhan uang koin, pihaknya mencari dengan berbagai cara. "Mulai dengan menukarkannya ke bank hingga menukar ke pom bensin," tutur dia.
Pemerintah melarang penggunaan permen menjadi alat tukar. Sebab, menurut Undang-Undang Perbankan dan Moneter, alat tukar yang resmi hanya dengan mata uang rupiah.
"Selama ini, banyak peritel modern yang mengembalikan uang belanja dengan menggunakan permen," kata Radu Malem Sembiring, Direktur Perlindungan Konsumen, Ditjen Perdagangan Dalam Negri, Departemen Perdagangan di Departemen Perdagangan, Jakarta, Selasa (20/10).
Selain itu, beberapa peritel modern juga meminta uang kembalian disalurkan untuk sedekah. Hal itu justru merugikan konsumen. Lagipula, Radu melanjutkan, bila uang kembalian disumbangkan dalam bentuk sedekah, tidak jelas sedekah atas nama siapa dan kepada siapa sedekah itu diberikan.
Sebab itu pula pada Senin (19/10) lalu, pihaknya memanggil peritel modern seperti Alfamart, Indomart, dan Carrefour. "Untuk mengetahui alasan mengapa mereka menggunakan permen sebagai uang kembalian," ucap Radu.
Dari pertemuan itu terungkap, para pengusaha ritel mengalami kesulitan untuk mendapatkan uang receh. Namun, pemerintah akan segera menindaklanjuti keluhan para pengusaha itu.
"Dalam waktu dekat, kami akan mengundang Bank Indonesia untuk mempertanyakan apakah memang benar uang receh yang beredar di masyarakat sedikit," kata dia. Pertemuan dengan pihak BI direncanakan dalam bulan ini.
Dalam pertemuan antara pemerintah dan pengusaha itu dibahas cara mencari jalan keluar atas penggunaan permen sebagai uang kembalian. "Opsi itu di antaranya adalah pembulatan ke bawah harga jual produk," tutur dia.
Solusi lain, kata dia, penjual harus bisa menghimpun uang receh sebanyak-banyaknya dari masyarakat. "Misalnya, dengan mengumumkan kepada masyarakat yang berbelanja bahwa tokonya menerima penukaran uang receh," ujar dia.
EKA UTAMI APRILIA