TEMPO Interaktif, Jakarta - Analis Ekonomi Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih, memperkirakan harga minyak mentah akan relatif tertahan di maksimum US$ 75-80 per barel hingga akhir tahun ini.
“Harga itu dianggap merupakan harga yang wajar untuk ikut membantu pemulihan ekonomi,” kata Lana dalam analisis mingguan Samuel Sekuritas yang diperoleh Tempo.
Para analis memperkirakan, dia melanjutkan, pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) hari ini akan tetap mempertahankan kuota produksi minyak.
“Meskipun ada tendensi naiknya harga minyak mentah dunia seiring dengan pemulihan ekonomi,” ujarnya. “Saat ini Produksi OPEC memenuhi hampir 38 persen dari produksi dunia.”
Pertemuan hari ini di Wina, Austria merupakan yang ketiga kalinya yang dilakukan tahun ini untuk membahas kuota produksi. Pada pertemuan Maret dan Mei, OPEC memutuskan untuk tidak melakukan perubahan pada kuota produksi masing-masing negara.
Tahun lalu organisasi ini menargetkan pemangkasan produksi 4,2 juta barel per hari setelah harga menembus US$ 100 per barel dari rekor US$ 147,27 pada Juli 2008.
Menurut survei Bloomberg, negara-negara OPEC, kecuali Irak, total memproduksi 26,055 juta barel per hari pada Agustus lalu atau mengindikasikan realisasi kuota mencapai 71 persen. Hanya Arab Saudi, Kuwait, Qatar yang memproduksi kurang dari target. Iran, Angola, dan Venezuela merupakan pemilik kuota terbesar.
Harga minyak cenderung terus naik dari harga terendahnya di US$ 32,70 per barel pada Januari menuju puncaknya tahun ini di posisi US$ 75 per barel pada 25 Agustus.
Harga minyak mentah untuk kontrak pengiriman Oktober ditransaksikan pada posisi US$ 71,16 di pasar Singapura pagi ini, sebelum pembukaan perdagangan elektronik di New York Mercantile Exchange.
GRACE S GANDHI | BLOOMBERG | BOBBY CHANDRA