TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan Ishartini menargetkan Indonesia bisa masuk ke dalam deretan sepuluh negara sebagai eksportir terbesar di dunia melalui produk perikanannya.
“Untuk target ekspor, tentu ini target dalam lima tahun ya, 2024 hingga 2029 Indonesia bisa masuk ke sepuluh besar,” katanya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Dari data yang ia paparkan, untuk saat ini posisi Indonesia berada di urutan ke-13 dengan persentase pembagian (share) di angka 3,03 persen dan nilai US$ 5,63 miliar atau setara dengan Rp 87,78 triliun. Adapun, lima negara yang berada di urutan teratas adalah Tiongkok, diikuti oleh Norwegia, Ekuador, Chili, dan Vietnam.
Sebagai peringkat pertama eksportir dunia, Tiongkok tercatat memiliki nilai ekspor sebesar US$ 20,68, Norwegia dengan nilai ekspor US$ 16,05 di urutan kedua, kemudian Ekuador senilai US$ 9,04 di urutan ketiga. Selanjutnya, Chili di posisi keempat memiliki nilai ekspor sebesar US$ 8,89 dan Vietnam di urutan kelima memiliki nilai ekspor sebesar US$ 8,39.
“Tiongkok, Norwegia dengan salmonnya, Ekuador dengan udangnya, (kemudian) Chili, Vietnam. Indonesia ada di peringkat ke-13,” ucap Ishartini.
Menurut Ishartini, capaian-capaian top 5 negara eksportir dunia tersebut penting untuk dijadikan acuan dan fokus utama KKP dalam mendesain rancangan target ke depan. “Ini tentu yang menjadi fokus utama perancangan kita, sehingga kita bisa meningkatkan ranking Indonesia agar masuk di dalam sepuluh besar negara eksportir di dunia,” kata dia.
Ia menerangkan, terdapat beberapa komoditas hasil perikanan yang perlu menjadi fokus utama pemerintahan. Dari catatan di sepanjang tahun 2023, tiga komoditas utama ekspor produk perikanan Indonesia adalah udang dengan nilai US$ 1,73 miliar, tuna-tongkol-cakalang dengan nilai US$ 927,13 juta, dan cumi-sotong-gurita dengan nilai US$ 762,58 juta.
Di sisi lain, trout dan salmon menempati peringkat teratas sebagai komoditas yang paling besar permintaannya di dunia senilai US$ 35,87 dan persentase share sebesar 19,4 persen. Di bawahnya, baru ada udang dengan nilai US$ 27,00 miliar dengan 14,6 share, diikuti tuna-tongkol-cakalang senilai US$ 15,92 dengan 8,6 persen share, dan cumi-cumi-sotong-gurita di bawahnya dengan nilai US$ 11,44 miliar dan share sebesar 6,2 persen.
Kendati demikian, Ishartini meyampaikan bahwa di samping tetap memperhatikan preferensi pasar, Indonesia juga akan berfokus untuk meningkatkan mutu sumber daya yang memang dimiliki dan memperkenalkannya. Hal ini guna menggaet ketertarikan pasar yang lebih tinggi dan meluas.
“Jadi kita menyesuaikan dengan preferensi mereka, karena mereka yang beli, tapi kita juga memperkenalkan produk kita melalui promosi,” katanya. Contohnya, kata dia, melalui pameran-pameran berskala global dan restoran-restoran Indonesia yang ada di luar negeri melalui jaringan-jaringan diaspora yang ada di sana.
Pilihan Editor: Ekspor Perhiasan Melonjak 18,66 Persen, Tembus Angka USD3,67 Miliar