TEMPO.CO, Jakarta -,Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) menilai Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen. Penurunan suku bunga acuan dinilai belum mendesak pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu, 16 Oktober 2024 ini.
“Pemotongan suku bunga acuan oleh BI cenderung belum mendesak untuk dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober ini. Sehingga, kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,00 persen untuk saat ini,” ujar peneliti LPEM UI, Teuku Riefky dalam laporannya, Selasa, 15 Oktober 2024.
Ia menilai BI masih memiliki ruang untuk pemangkasan suku bunga lebih lanjut di sisa tahun ini. Namun, tidak pada Oktober 2024
Lebih lanjut, Riefky memaparkan, pada September 2024 bank sentral Amerika Serikat atau The Fed dan BI sama-sama memulai era pelonggaran moneter. Menurutnya, pemotongan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin September lalu lebih besar dari perkiraan para analis. Sementara itu, pada RDG September lalu, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen.
Pada September lalu, pemangkasan suku bunga The Fed memicu arus modal masuk ke berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan pantauan LPEM UI, dalam rentang waktu satu minggu setelah pemangkasan suku bunga The Fed, Indonesia menikmati aliran modal asing sekitar US$ 1,93 miliar.
Selain itu, LPEM UI memaparkan Indonesia masih berkutat dengan tren deflasi yang persisten selama lima bulan terakhir. Walaupun secara umum masih dalam rentang target BI. Di sisi lain, menurutnya, inflasi inti mencatat penurunan untuk ketiga kalinya dalam enam bulan terakhir yang memberikan sinyal terjadinya penurunan tekanan dari sisi permintaan dan pelemahan daya beli konsumen.
“Meskipun dampak dari sisi permintaan mungkin tidak sebesar dampak dari sisi penawaran, hal tetap berkontribusi terhadap pelemahan inflasi dan tidak dapat diindahkan,” katanya.
Pilihan Editor: Kominfo Sebut 5 Dompet Digital untuk Judi Online, Ini Tanggapan Mereka