TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan manufaktur panel surya asal Amerika Serikat, SEG Solar Inc., menjadi investor pertama yang melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Perusahaan itu secara resmi memulai investasi hilirisasi pasir silika.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Nurul Ichwan, mengatakan saat ini pemerintah sedang mengupayakan dalam meningkatkan realisasi investasi. Hal itu, kata dia, dikhususkan untuk ekosistem industri panel surya agar mencapai target energi terbarukan sebesar 42 persen tahun 2030.
“Capaian bauran energi terbarukan hingga saat ini baru mencapai sekitar 14 persen,” ujar Nurul dalam keterangan tertulis pada Senin, 30 September 2024.
Dia mengatakan, Kementerian Investasi atau BKPM mendukung adanya investasi pasir silika yang dilakukan PT SEG Solar Manufaktur Indonesia. Menurut Nurul, hal itu menandakan adanya keseriusan pemerintah dalam mengimplementasikan program hilirisasi sebagai nilai tambah.
“Termasuk memperkuat komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari global supply chain, serta untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) dan bauran energi terbarukan melalui penguatan ekosistem industri panel surya,” ucapnya.
Menurut Nurul, saat ini Indonesia perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Nurul mengatakan, hal itu agar upaya dalam mendukung masuknya investasi berteknologi tinggi, dapat dirasakan manfaat itu bagi penyerapan tenaga kerja lokal.
"Data Kementerian Investasi/BKPM mencatat, proyek industri panel surya ini akan menjadi pabrik panel surya terintegrasi terbesar SEG Solar di Asia Tenggara," tutur Nurul.
Lebih lanjut, Nurul berujar total investasi untuk pasokan global diwacanakan sebesar US$ 500 juta atau setara Rp 8 triliun. Ia menuturkan, pabrik panel surya itu diperkirakan dapat mengakomodir sekitar 2000 tenaga kerja selama 5 tahun.
"Untuk mendukung rantai pasok secara global, pabrik ini (panel surya) diperkirakan akan menyerap hingga 2.000 tenaga kerja dalam kurun waktu 5 tahun mendatang, dengan total kebutuhan lahan seluas 40 hektare," katanya.
Sementara itu, Nurul menjelaskan perencanaan pembangunan pabrik panel surya diperkirakan rampung tahun 2025. Ia mengatakan, pabrik itu juga diwacanakan dapat memproduksi sebesar 5 gigawatt.
Peletakan batu pertama itu merupakan bagian dari kelanjutan penandatanganan kerja sama, antara Perusahaan Manufaktur Indonesia dengan perusahaan asal Amerika Serikat. "Sebagaimana diketahui, pelaksanaan groundbreaking ini merupakan tindak lanjut penandatanganan perjanjian pra-kerja sama antara SEG Solar Inc., PT ATW Solar Manufaktur Indonesia dan KITB pada, 23 Juni 2023, di Washington DC, " ucap Nuru.
Nurul mengatakan Indonesia dan Amerika Serikat memiliki komitmen kuat dalam melakukan kerja sama. Hal tersebut, kata dia, termasuk hubungan bilateral dalam bidang investasi.
Menurutnya, investasi yang dilakukan Amerika terhadap Indonesia mengalami peningkatan. Nurul mengatakan kenaikan itu relatif signifikan seiring rata-rata pertumbuhan tahunan usai pandemi Covid-19.
"Investasi dari Amerika Serikat menunjukkan peningkatan yang relatif siginifikan, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan pada periode setelah pandemi sebesar 2,3 kali lebih besar dari rata-rata pertumbuhan tahunan pada masa pandemi," ujarnya.
Nurul mengungkapkan, tahun 2023 perusahaan asal Amerika Serikat sempat menambah nilai investasi sebesar US$ 3,3 miliar. Ia mengatakan pemberian nilai investasi itu cenderung stabil sejak tahun 2021.
Sementara itu, Nurul mengatakan tahun 2024, Amerika berada di peringkat keempat sebagai negara Penanam Modal Asing atau PMA. Hal itu, kata dia, dengan nilai investasi sebesar US$ 2 miliar atau 60 persen dari tahun sebelumnya.
Nurul mengharapkan, adanya produksi panel surya dapat meningkatkan kebutuhan konsumsi listrik nasional. Hal itu, kata dia, saat ini kebutuhan konsumsi listrik Indonesia diperkirakan meningkat dengan rata-rata sebesar 4,1 persen per tahun.
Pilihan Editor: PMI Manufaktur RI Kontraksi 3 Bulan Beruntun, Menperin: Karena Banjir Impor