TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dari total 20 LHP yang diserahkan, terdapat 178 temuan senilai Rp 41,75 triliun yang akan dipantau tindaklanjutnya oleh BPK.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa keuangan negara yang dikelola oleh BUMN masih belum sepenuhnya dikelola secara tertib,” kata BPK seperti dikutip dalam rilis resmi.
Menurut Anggota VII BPK, Slamet Edy Purnomo, permasalahan yang terjadi di SKK Migas maupun BUMN berkaitan dengan masalah tata kelola. Dalam hal ini menurutnya terkait governance structure, governance process, dan governance outcome. Oleh karenanya ia meminta adanya kajian terkait mekanisme pengambilan keputusan kebijakan yang menimbulkan regulatory cost.
"Rekomendasi BPK menekankan perlunya penguatan peran dan fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, SPI serta fungsi manajemen risiko pada BUMN untuk mengawal dan melaksanakan agenda pembangunan nasional secara berkelanjutan" kata Slamet seperti dikutip oleh Tempo.
Slamet juga berharap, LHP ini bisa dijadikan momen perbaikan kinerja internal organisasi, baik SKK Migas maupun BUMN untuk ke depan. Ia menginginkan pengelolaan keuangan negara di SKK Migas maupun BUMN ke depan bisa lebih efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 3 UU nomor 17 tahun 2003.
“Dapat menjadi lessons learned satu sama lain untuk perbaikan kinerja ke depan," ujarnya.
Selain itu, BPK juga mendorong baik SKK Migas dan BUMN agar sedapat mungkin menindaklanjuti rekomendasi BPK secara tepat waktu sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dimana jawaban atau penjelasan sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK disampaikan selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima dari BPK.
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Sebab Bandara IKN Dinilai Tak Layak untuk Penerbangan Komersil, Promo Tiket Kereta Api