“Pekerja informal di Indonesia itu, yang mayoritas itu adalah kelas menengah ke bawah, mencapai hampir 60 persen dari total seluruh pekerja. Tapi pada saat yang sama produk-produk keuangan untuk pekerja informal Itu relatif tidak ada,” ujarnya.
Selain produk pembiayaan yang tengah dikembangkan bersama ADB tersebut, ia mengatakan, SMF juga telah memiliki dua produk lainnya yang ditunjukkan untuk kelompok pekerja informal, yakni microfinance dan rent to own.
Martin menuturkan SMF mengembangkan kedua produk pembiayaan tersebut karena mempertimbangkan ada kelompok-kelompok masyarakat yang masih sulit untuk mengakses pembiayaan formal, terutama pekerja informal yang seringkali terganjal persyaratan terkait bukti pendapatan.
Untuk memastikan program pembiayaan tersebut berjalan dengan baik, pihaknya pun melakukan audiensi dengan para regulator agar terbentuk payung hukum bagi program-program tersebut.
“Sebelum ada berita soal kelas menengah itu turun, kami sudah melihat ada kelompok-kelompok masyarakat yang belum terlayani dengan baik dan itu besar jumlahnya. Sekarang makin tambah besar. Nah, kami sudah menyiapkan program-program tersebut,” imbuhnya.
Pilihan Editor: Satgas Sita Kosmetik Ilegal Senilai Rp11,4 Miliar, BPOM: Mengandung Bahan Berbahaya