TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi mengatakan mahalnya harga beras di Indonesia karena dipicu oleh harga beras impor yang dihitung dengan skema free on board atau FOB.
Pernyataan Presiden Jokowi itu merespons Bank Dunia yang menyebut harga beras di Indonesia tergolong tertinggi dibandingkan negara lain di kawasan Asean. World Bank juga menilai, petani padi memiliki pendapatan yang lebih rendah daripada mereka yang menanam jenis hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias.
Bank Dunia mengutip hasil Survei Pertanian Terintegrasi oleh Badan Pusat Statistik yang menunjukkan rata-rata pendapatan bersih petani kecil hanya sekitar Rp 5 juta per tahun. “Pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari USD 1 per hari atau USD 341 per tahun. Petani mendapat keuntungan rendah dari pertanian padi,” kata World Bank Country Director for Indonesia and Timor-Leste, Carolyn Turk, dalam sambutannya di Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Nusa Dua, Bali, pada Kamis, 19 September 2024.
"Coba dilihat harga beras FOB itu berapa kira-kira 530 sampai 600 US dollar ditambah cost freight kira-kira 40 US (dollar) coba dihitung berapa. Kalau mau membandingkan itu harusnya itu di konsumen. Itu akan kelihatan," kata Presiden Jokowi, usai meninjau Gudang Bulog Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Kamis, 26 September 2024.
Presiden menilai bahwa harga beras impor dengan skema FOB itu sudah terbilang mahal, yakni 530-600 dolar AS per ton atau sekitar Rp8 juta sampai Rp9 juta per ton.
Kemudian, ada juga biaya pengiriman barang melalui laut atau cost freight yang harus dibayar Indonesia sebagai pengimpor beras, yakni sebesar 40 dolar AS per ton atau sekitar Rp600 ribu per ton.
Dari paparan tersebut, dapat dikalkulasikan harga beras impor menjadi Rp8,6 juta sampai Rp9,6 juta per ton atau sekitar Rp8.600 sampai Rp9.600 per kg.
Sistem perdagangan dengan FOB adalah penjual bertanggung jawab atas barang hanya sampai di kapal di pelabuhan pengiriman. Setelah itu, semua tanggung jawab atas barang ada di pihak pembeli.
Sementara itu berbicara tentang pendapatan petani yang dianggap rendah oleh Bank Dunia, Presiden menekankan bahwa harga jual petani dipengaruhi oleh harga beras atau gabah kering panen, jika tidak ada distorsi di lapangan.
Saat ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menjaga agar harga gabah kering panen di tingkat petani pada level Rp6.000 per kg, agar petani tetap mendapat untung dan di sisi lain harga beras di tingkat konsumen masih terkendali.
"Cek di petani harga gabah berapa. Dulu Rp4.200 (per kg) sekarang Rp6.000 (per kg). Itu gabah ya bukan beras, dari situ kelihatan NTP juga dicek di lapangan," kata Presiden Jokowi pula.
Bapanas: Petani Berhak Mendapat Keuntungan
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan tingginya harga beras di dalam negeri saat ini karena biaya produksi dari petani sudah tinggi.
“Biaya produksinya sudah tinggi. Petani berhak mendapat keuntungan,” kata Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Rachmi Widiarini saat ditemui usai Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 di Nusa Dua, Bali, pada Kamis, 19 September 2024.
Tak hanya itu, Rachmi mengklaim kondisi ini membahagiakan petani karena harga gabah juga dibeli dengan harga di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Senyampang itu, Nilai Tukar Petani juga disebut bagus. “Sebetulnya ini membahagiakan petani,” kata dia.
Ketika harga beras tinggi, Rachmi mengatakan harus ada peran pemerintah yang bisa menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan beras bagus. Dia menyebut sudah semestinya petani mendapatkan harga bagus, demikian juga akses masyarakat. “Pemerintah harus hadir di tengah,” kata Rachmi.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi menetapkan Peraturan Badan Pangan Nasional tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium. Aturan tersebut tertuang di Peraturan Badan Pangan Nomor 5 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Perbadan Nomor 7 tahun 2023 tentang HET beras, harga beras medium, dan beras premium diatur berdasarkan wilayah.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan penyesuaian HET beras tidak terpisahkan dari upaya stabilisasi pasokan dan harga beras, di mana kebijakan di hulu juga selaras dengan di hilirnya.
Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.