TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meningkatkan status penyelidikan awal dugaan praktik monopoli penyediaan avtur menjadi penyelidikan. Anggota KPPU, Gopprera Panggabean, mengatakan lembaganya akan meminta keterangan dari berbagai pihak yang terhubung dengan penyediaan bahan bakar di bandara.
“Meningkatkan status penyelidikan awal tersebut ke tahapan penyelidikan dan akan menjadwalkan pemanggilan beberapa pihak terkait,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis, 26 September 2024.
Lembaga pengawas persaingan bisnis ini bakal memanggil menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM), pimpinan PT Pertamina (Persero) dan PT Pertamina Patra Niaga, dan beberapa lainnya. Tim KPPU mendalami dugaan monopoli dalam bisnis penyediaan avtur. Dominasi pasar itu diduga berupa penolakan tawaran kemitraan terhadap pengusaha baru yang ingin masuk ke pasar avtur.
Penyelidikan awal terhadap Pertamina Patra Niaga sebelumnya dipayungi dengan keputusan penyelidikan bernomor registrasi No. 21-89/DH/KPPU.LID.I/IX/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Penyelidikan awal ditetapkan KPPU usai rapat yang dilaksanakan pada 18 September 2024.
Selama pemeriksaan, penyelidik KPPU menemukan bukti awal dugaan pelanggaran Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a dan atau d UU 5 Tahun 1999, masing-masing menyangkut monopoli dan penguasaan pasar. Penyelidikan awal terhadap PT Pertamina Patra Niaga juga didasari fakta soal tingginya harga avtur di Indonesia, bahkan tertinggi di Asia Tenggara.
“Selain itu, faktor implementasi kebijakan, KPPU menduga adanya bentuk monopoli dalam penyediaan bahan bakar pesawat dapat menjadi faktor tingginya harga avtur,” begitu bunyi pernyataan resmi KPPU.
Saat ini izin niaga avtur di Indonesia dipegang oleh 4 pelaku usaha, yakni PT AKR Corporindo, PT Dirgantara Petroindo Raya, PT Fajar Petro Indo, serta PT Pertamina Patra Niaga. Dua pelaku usaha menyediakan avtur di bandara, yaitu PT Pertamina Patra Niaga yang memasok 72 bandara komersial dan non-komersial, serta PT Dirgantara Petroindo Raya yang memasok dua bandara non-komersial. Pangsa pasar PT Pertamina Patra Niaga mencapai 99,9 persen atau hampir dominan sepenuhnya.
Penyelidik KPPU juga memeriksa dugaan perilaku eksklusif, berupa pencegahan masuknya pesaing potensial baru ke dalam pasar. Penjualan bahan bakar pesawat dari Pertamina juga hanya untuk perusahaan afiliasi.
Dari penggalangan bukti sejauh ini, KPPU menduga PT Pertamina Patra Niaga dan induknya, PT Pertamina, menghambat pesaing untuk masuk pasar avtur lokal. Padahal, bila merujuk Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Nomor 13/P/BPH Migas/IV/tahun 2008, suplai dan distribusi avtur di bandara terbuka untuk semua pelaku usaha yang memenuhi persyaratan.
Penyuplai avtur yang tidak memiliki fasilitas penyimpanan juga masih berhak mendapat izin, asal bisa mendapat rekanan co-mingle alias mitra pengelola tangki bersama. “Melalui prinsip borrow and loan, vendor and consignment, atau sale and purchase yang umum berlaku dalam dunia penerbangan,” begitu bunyi keterangan KPPU.
Hingga artikel ini ditulis, Tempo masih mengejar konfirmasi dari manajemen Pertamina Patra Niaga ihwal penyelidikan KPPU. Anak usaha Pertamina itu sebelumnya diketahui sedang menjajaki perluasan lokasi pelayanan avtur di luar negeri bersama Lion Group. Kolaborasi itu juga menyangkut pengembangan avtur ramah lingkungan atau sustainable aviation fuel (SAF)/
“Dengan harga Avtur yang kompetitif di lebih dari 70 lokasi bandara di Indonesia dan juga lebih dari 100 lokasi di luar negeri melalui skema conco delco (contracting company, delivering company),” kata Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya, dalam keterangan resmi, pada 7 September 2024.
Pilihan Editor: Peringatan Hari Maritim, Kemenhub Pamer Capaian Satu Dekade Transportasi Laut