Sebelumnya, Said mengatakan setidaknya ada enam alasan PP Tapera ini mesti dicabut. Dia mengatakan potongan gaji untuk iuran 3 persen dari upah buruh tak akan menjamin kalangan pekerja memiliki rumah.
“Dalam sepuluh hingga dua puluh tahun kepesertaannya, buruh tidak akan bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi,” kata dia.
Selain itu, Iqbal mengatakan PP Tapera ini justru menunjukkan pemerintah lepas tanggung jawab untuk memberikan jaminan perumahan bagi masyarakat. Dia menyebut dalam aturan itu tak ada klausul yang mengatakan pemerintah ikut membayar iuran untuk Tapera.
“Iuran hanya dibayar oleh buruh dan pengusaha saja, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD yang disisihkan oleh pemerintah untuk Tapera. Dengan demikian, Pemerintah lepas dari tanggung jawabnya,” kata dia.
Tak hanya itu, Said Iqbal juga menuding PP Tapera ini justru membebani biaya hidup para buruh. Di tengah daya beli buruh yang turun hingga 30 persen dan upah minimum rendah, dia mengatakan iuran Tapera akan memperparah kondisi buruh.
Iqbal juga menceritakan kondisi buruh saat ini telah dikenakan potongan hampir 12 persen dari upah yang mereka terima. Potongan itu berupa pajak penghasilan 5 persen, iuran jaminan kesehatan 1 persen, iuran jaminan pensiun 1 persen, iuran jaminan hari tua 2 persen, dan rencana iuran Tapera 2,5 persen hingga 3 persen.
“Belum lagi jika buruh memiliki hutang koperasi atau di perusahaan, ini akan semakin semakin membebani biaya hidup buruh,” kata dia.