TEMPO.CO, Jakarta - Konflik Iran-Israel menjadi sorotan sejumlah pengamat ekonomi di Tanah Air. Hal ini lantaran ketegangan di kawasan Timur Tengah itu dipastikan bakal berdampak negatif terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Apa kata mereka?
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra
Ariston Tjendra mengatakan konflik di Timur Tengah, terutama serangan balasan Iran yang langsung ke Israel, menaikkan ketegangan di wilayah tersebut. Kondisi ini, menurut dia, mengundang kekhawatiran pasar akan munculnya perang baru. Perang, kata dia, berpotensi menyebabkan gangguan suplai, meningkatkan inflasi, serta memicu perlambatan ekonomi global.
“Sehingga, pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan masuk ke aset aman. Hal ini juga memicu penguatan dolar Amerika Serikat dan harga emas sebagai aset aman,” ujarnya saat dihubungi pada Selasa, 16 April 2024. .
Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro
Ngasiman Djoyonegoro memprediksi aksi saling serang Iran dan Israel bakal berdampak secara ekonomi dan politik dalam negeri. Hal itu diungkapkannya saat merespons serangan udara Iran ke Israel pada Sabtu, 13 April 2024, sebagai upaya pembalasan atas serangan Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus, Suriah, di awal April lalu.
“Serangan ini terjadi di wilayah jalur perdagangan dunia. Jantung ekonomi global pasti akan terganggu,” kata Simon, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, dikutip Antara, Senin, 15 April 2023.
Bila wilayah Terusan Suez terganggu, kata dia, distribusi komoditas energi dan pangan dunia juga terganggu, Misalnya, minyak bumi, gandum, dan pasokan global bahan pangan lainnya. Penguatan nilai dolar terhadap rupiah saat ini, baru indikasi awalnya. Indonesia, menurutnya, kudu berisap untuk menghadapi dampak berikutnya.
“Seperti harga minyak naik, sejumlah harga pangan berbasis gandum bakal naik, dan seterusnya. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita harus dipersiapkan secara layak untuk menyesuaikan dengan situasi ini,” katanya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu
Elka Pangestu meramal defisit APBN bisa lebih besar alias boncos hingga rantai pasok akan terganggu jika ketegangan antara Iran dan Israel berlanjut. Eks Menteri Perdagangan Indonesia periode 2004-2011 ini mengatakan bila Israel membalas serangan Iran, maka perekonomian global akan terganggu, juga Indonesia.
“Untuk Indonesia apa pengaruhnya? Rantai pasok melalui Suez kanal akan mengalami gangguan, sehingga ada gangguan terhadap input kita, apakah itu minyak, gandum maupun produk dari Eropa yang lainnya,” ujarnya dalam Diskusi Perkumpulan Alumni Eisenhower Fellowships Indonesia, Senin, 15 Februari 2024.
Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky
Teuku Riefky memprediksi akan terjadi penyesuaian subsidi bahan bakar minyak atau BBM dalam negeri akibat pecahnya konflik Iran-Israel. “Kalau konfliknya cukup besar maka beban subsidi akan makin besar, dan mungkin perlu adanya tambahan atau penyesuaian lebih lanjut dari subsidi BBM,” kata Riekfy kepada Antara di Jakarta, Senin, 15, Februari 2024.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede
Josua Pardede berpendapat bahwa perang Iran-Israel bisa membuat depresiasi rupiah berlanjut. Imbas lainnya adalah kenaikan inflasi global akibat peningkatan harga minyak. “Negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia dapat mengalami peningkatan tekanan inflasi impor,” ujarnya.
Selain itu, melemahnya ekonomi global juga akan berdampak negatif pada kinerja ekspor dalam negeri. Walhasil, surplus neraca perdagangan Indonesia yang belakangan terus menipis dapat dengan cepat berubah menjadi defisit. Hal ini akan memicu pelebaran defisit transaksi berjalan dan memberikan tekanan
RIANI SANUSI PUTRI | KORAN TEMPO | ANTARA
Pilihan Editor: Sikapi Konflik Iran-Israel, Indonesia Dorong Deeskalasi Konflik