TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri mengkritik pernyataan Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sidang sengketa Pilpres 2024 yang menyebutkan produksi beras di Tanah Air jeblok hingga sebanyak 5,88 juta ton karena El Nino.
Faisal menduga pernyataan Airlangga dalam sidang di MK pada beberapa waktu lalu itu terlalu membesar-besarkan dan punya maksud tertentu.
“Jadi bluffing-nya luar biasa, katakan di menit 40 awal ya. Betapa mengerikannya dampak El Nino itu yang ngomong Airlangga Hartanto selama Juli 2023 sampai Februari 2024 produksi beras anjlok sebesar 5,888 juta ton,” kata Faisal di podcast channel YouTube milik Bambang Widjojanto yang diunggah pada Sabtu, 13 April 2024.
Faisal menduga pernyataan Airlangga itu disampaikan di persidangan agar mempengaruhi persepsi masyarakat bahwa impor beras di luar negeri sebanyak 3 juta ton wajar. Pasalnya, produksi beras di dalam negeri kurang 5 juta ton atau tidak ada yang salah dalam kegiatan impor.
Ia pun menyayangkan data yang dipaparkan Airlangga tidak jelas asalnya sehingga terindikasi sebagai bluffing. “Sampai sekarang tidak ada koreksi dari dia. Jadi ada intensi untuk bluffing kan sekaligus untuk meredam sampai di persidangan, terus dia menjustifikasi harga naik di sepanjang sejarah enggak dia sebut,” ujarnya.
Faisal menilai, jika hingga kini tak ada koreksi, Airlangga bisa disebut memberikan informasi bohong. “Ya ini kan mustahil ya, harusnya dikoreksi stafnya disampaikan ke MK, kalau ada salah ngomong kan biasa manusia. Kok ini PD (percaya diri) dari rangkaian argumen itu,” tuturnya.
Faisal mencatat soal sidang sengketa di MK, yakni adanya saksi fakta yang dianggap tidak sesuai kompetensinya. Namun, tidak melampirkan data ada 65 persen penerima bansos memilih Capres dan Cawapres nomor urut dua, Prabowo- Gibran.
Dia mengklaim di beberapa negara maju sudah diterapkan aturan penguasa di masa akhir jabatannya tidak boleh membuat kebijakan yang bertendensi menguntungkannya dalam pemilu berikutnya.
“Teori demokratisnya tidak fair kalau incumbent (pemegang jabatan) maju lagi, masih berkuasa menguasai resource negara ya lama-lama kalau tidak dibatasi dia bisa seumur hidup,” ujar Faisal Basri.
Ada aturan di mana jika kampanye harus cuti dan tidak boleh menggunakan fasilitas negara. “Semua itu kan diterabas sama Pak Jokowi. Kampanye boleh, Presiden juga boleh, cawe-cawe pun juga boleh kan dia sebut sendiri,” tuturnya.
Pilihan Editor: Faisal Basri Blak-blakan Kritik 3 Menteri Jokowi di Sidang Sengketa Pilpres: Mereka Hanya Baca Pidato Kenegaraan