TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja atau Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, menanggapi usulan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tentang work from home (WFH) mengingat kegiatan arus balik selama libur Lebaran 2024.
Menurut dia, usulan itu tak menjadi soal jika perusahaan tetap memenuhi hak-hak pekerja selama WFH. Artinya, hak itu tetap sama diberikan seperti biasa. "Gajinya jangan dipotong, atau hak-hak lainnya jangan sampai itu tidak diberikan," kata dia saat dihubungi pada Sabtu, 13 April 2024.
Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan bagi Aparatur Sipil Negara atau ASN untuk mengombinasikan work from office (WFO) dan WFH bagi aparatur sipil negara (ASN). Tugas kedinasan dari kantor dan dari rumah itu akan mulai diterapkan pada Selasa-Rabu, tanggal 16-17 April 2024.
Kebijakan itu bisa saja diikuti oleh perusahaan swasta. Mirah berpendapat WFH menjadi solusi jalan pintas bagi pemerintah saat ini. “Saya kira untuk mengurai kepadatan, pastinya banyak cara, bukan hanya melalui WFH saja,” kata dia. Mengingat, momen mudik Lebaran sudah dialami Indonesia setiap tahun.
Ia mengatakan, inovasi yang menyasar para pekerja itu menjadi rawan bagi nasib mereka. Sebab bisa disalahgunakan oleh perusahaan. Berdasarkan catatan mereka di Aspek Indonesia, perusahaan sering menggunakan momen itu untuk melakukan PHK kepada karyawannya.
“Mereka, baik pengusaha atau manajemen merasa ini bisa diefisiensi, kenapa enggak? Akhirnya besok di-PHK tuh pekerjanya,” ucap Mirah.
Selain itu, Mirah berpendapat jika tantangan bekerja di rumah atau WFH lebih berat dibanding bekerja di kantor. Berdasarkan pengalaman yang Mirah dengar selama peristiwa Covid-19 tahun 2020-2021, pelanggaran soal waktu kerja saat WFH sering dilanggar oleh perusahaan atau manajemen. Misalnya dengan memberikan tugas ke pegawainya saat malam hari.
Padahal saat bekerja secara offline, perusahaan memiliki waktu yang jelas sesuai perjanjian kerja dan Undang-Undang. "Biasanya pergi pagi atau masuk jam 8.00 dan pulang sore jam 17.00, artinya jam kerja jadi terukur,” kata dia.
Ia berujar tak jarang ada pemotongan gaji secara sepihak dari perusahaan, dengan alasan si pegawai tidak memerlukan ongkos transportasi untuk menuju kantor. Padahal, pegawai biasanya mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk kebutuhan internet, serta meluangkan waktu lebih senggang untuk menyiapkan alat penunjang.
Belum lagi, kata Mirah, ada pegawai yang sudah berkeluarga. Sehingga anak-anak mereka belum memahami jika orang tuanya sedang bekerja di rumah. Anak-anak berpikir orang tua mereka memiliki waktu yang banyak bersama keluarga. Sehingga, kondisi itu perlu dikomunikasikan antar anggota.
Oleh karena itu, ia mempertegas agar aturan itu diperjelas sehingga tidak menimbulkan masalah ke depan. Di sisi lain, kebijakan WFH memang lebih menguntungkan perusahaan karena pekerja mungkin harus mengeluarkan biaya paket data internet.
“Ketika WFH ada semacam penghematan atau efisiensi dalam hal pengeluaran biaya operasional perusahaan seperti kebutuhan listrik, AC, atau biaya pengadaan makan siang. Bagi pekerja, mereka tidak perlu datang ke kantor dengan mengeluarkan biaya transportasi,” ujar dia.
Pilihan Editor: Menhub: ASN Bisa Manfaatkan Waktu Dua Hari WFH saat Arus Balik Mudik