TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi akan menggunakan taktik mengulur-ulur waktu untuk melawan larangan hilirisasi nikel oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena kemungkinan besar banding yang diajukan Pemerintah Indonesia terkait kebijakan larangan ekspor nikel akan kalah.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia dinyatakan kalah dalam gugatan Uni Eropa atas larangan ekspor bijih nikel karena pemerintah berupaya mewujudkan hilirisasi.
"Hilirisasi itu memunculkan nilai tambah berlipat-lipat tetapi ini ditentang Uni Eropa dan digugat ke WTO dan maaf kita kalah. Bukan menang. Kalah kita. Kita banding. Ya kita hadapi. Saya yakin kita mungkin akan kalah lagi, tetapi industrinya sudah jadi," kata Presiden Jokowi saat membuka Kongres Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HikmahBudhi) di Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024.
Hingga saat ini proses banding RI di Badan Banding WTO atas hasil gugatan itu belum dilaksanakan. Pada November 2022, Panel World Trade Organization (WTO) di Despute Settlement Bodu (DSB) atas memutuskan kebijakan larangan ekspor dan pemurnian mineral nikel di Indonesia melanggar ketentuan.
“Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap sehingga masih ada peluang untuk banding dan tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi DSB,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, 21 November 2022.
Menurut Jokowi, Pemerintah Indonesia akan menempuh jalan yang ada untuk mengulur waktu sambil menunggu industri nikel dan baterai kendaraan listrik selesai.
Bahkan jika upaya banding tersebut kalah, Jokowi mengatakan akan mengambil langkah banding atau proses hukum berikutnya hingga industri selesai dibangun.
"Kita undur-undur terus enggak apa-apa. Industri nikel sudah jadi, industri EV baterai sudah jadi, industri mobil listrik sudah jadi. Karena memang membangun sebuah industri butuh waktu, enggak tahu apakah ada banding kedua. Kalau ada banding lagi, pokoknya jangan mundur sampai industri selesai dibangun," kata Jokowi.
Awal Gugagatan Uni Eropa
Awal mula gugatan Uni Eropa ke WTO adalah keputusan Indonesia melarang ekspor nikel yang belum diolah smelter. Pemerintah berniat mendapatkan nilai tambah dengan hanya mengekspor nikel hasil olahan.
Dalam sidang WTO, November 2022, Indonesia dinyatakan melanggar karena larangan ekspor itu. WTO juga memutuskan sejumlah ketentuan melanggar di antaranya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2019 perubahan kedua atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara juga dianggap menyeleweng dari ketentuan.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Terakhir, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam hasil putusan final tersebut disebutkan, kebijakan ekspor dan kewajiban pengolahan serta pemurnian mineral Nikel di Indonesia melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994. Kebijakan itu tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Panel juga menolak pembelaan yang diajukan Pemerintah Indonesia mengenai keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional dan untuk good mining practice (aspek lingkungan).
Indonesia resmi mengajukan banding atas putusan panel Organisasi Perdagangan Dunia soal kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel domestik yang dinilai melanggar ketentuan perdagangan internasional pada 12 Desember 2022.
Sidang banding dipastikan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat karena kekosongan hakim uji pada badan banding atau Appellate Body WTO saat ini, sementara penunjukan hakim baru diblokir oleh Amerika Serikat.
TIM TEMPO | ANTARA
Pilihan Editor Menghitung Jumlah THR Ojol jika Wajib Dibayarkan, Bisa Capai Puluhan Triliun?