TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia bakal menjadi pemilik saham terbesar PT Freeport Indonesia. Namun, kepastiannya masih menunggu hasil revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Bahlil mengatakan jika revisi PP 96 dan proses negosiasi rampung, Indonesia bisa menguasai 61 persen saham Freeport. "Artinya, Freeport bukan lagi milik orang lain tapi milik kita karena saham kita sudah 61 persen," ujar Bahlil di Kementerian Investasi, Senin, 18 Maret 2024.
Bahlil berujar, revisi PP 96 memang dilakukan untuk penyesuaian dan percepatan untuk memberi kepastian investasi. Terutama, investasi dalam skala besar. Namun ia mengatakan, penyesuaian aturan dalam beleid itu tidak spesifik hanya untuk sattu perusahaan.
"Semua perusahaan kita bikin equal treatment. Salah satunya, Freeport," ujar Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan, salah satu poin yang direvisi dalam PP 96 adalah syarat perpanjangan kontrak. Dalam aturan saat ini, perpanjangan kontrak baru bisa diajukan paling cepat lima tahun sebelum kontrak berakhir dan paling lambat setahun sebelum kontrak berakhir. "Kita ubah ini karena terintegrasi dengan smelter," kata dia.
Kemudian khusus untuk Freeport, kata Bahlil, pengajuan perpanjangan kontrak bisa segera dilakukan untuk menjamin kepastian investasi dan produksi tambangnya. Terlebih, Bahlil berujar, produksi Freeport mulai menurun pada 2035.
"Sementara, kita underground itu minimal 10 tahun. Jadi, kalau sampai 2035 kita baru memikirkan (perpanjangan kontrak) berarti akan terjasi vakum sekitar 5 hingga 10 tahun," ungkap Bahlil. "Siapa mau pelihara itu, sementara itu punya Indonesia. Itu yang kita pikirkan."
Pilihan Editor: Bahlil Optimistis Pilpres Satu Putaran dan Investasi Capai Rp 1.650 Triliun