TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, merespons klaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memberikan kontribusi hingga 61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bhima menilai bahwa meski berkontribusi besar, UMKM memiliki persoalannya sendiri.
"Kontribusi UMKM terhadap PDB memang cukup besar, namun masalah UMKM adalah 97 persen didominasi usaha mikro dan ultra-mikro," kata Bhima dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Jumat, 8 Maret 2024.
Angka itu, jelas Bhima, menunjukkan bahwa usaha kecil menengah tak banyak. Dalam 20 tahun terakhir hanya sedikit UMKM yang berhasil naik kelas ke level menengah. "Jadi ada istilah hollow in the middle, jumlah UMKM menengahnya sedikit sekali," tuturnya.
Lebih lanjut, Bhima menyinggung soal keberpihakan pemerintah dalam menyerap produk UMKM. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah wajib melakukan pengadaan barang atau jasa dari usaha mikro dan kecil (UMK) minimal 40 persen.
"Meski sudah ada aturan 40 persen pengadaan barang wajib libatkan produk lokal, UMKM masih belum optimal," ujarnya.
Tak hanya itu, Bhima menyampaikan, kebijakan pajak 0,5 persen dari pendapatan masih memberatkan UMKM. Masalah ketergantungan bahan baku impor UMKM juga dia soroti karena berdampak pada kerentanan fluktuasi harga dan stabilitas pasokan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut bahwa usaha mikro kecil menengah (UMKM) memberi kontribusi sebesar 61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jokowi juga mengklaim bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM mencapai 97 persen.
"Oleh sebab itu, kalau kami memberikan perhatian khusus kepada UMKM, itu tidak salah," kata Jokowi saat memberi sambutan dalam acara BRI Microfinance Outlook 2024 di Jakarta, Kamis, 7 Maret 2024.
Pilihan Editor: Jokowi Ternyata Berikan Akses Luas ke Bahlil untuk Kelola Perizinan Tambang