TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi ternyata ikut andil memberi akses kepada Menteri Investasi Bahlil Lahadalia soal tata kelola perizinan tambang. Berbekal peraturan yang diterbitkan Jokowi, Bahlil punya wewenang untuk mencabut dan mengaktifkan kembali izin tambang yang dianggap tidak produktif.
Dari hasil investigasi Majalah Tempo, Jokowi terlibat mengeluarkan sejumlah peraturan yang isinya memberi kewenangan pada Bahlil untuk mencabut izin tambang. Setidaknya Bahlil tercatat telah mencabut lebih dari 2.000 izin tambang dan hak guna usaha yang tak produktif.
Kebijakan pencabutan izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan sebenarnya sudah bergulir sejak 2021. Awalnya, Jokowi menuangkan rencana tersebut dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi yang diterbitkan Mei 2021.
Jokowi lewat Kepres itu menunjuk Bahlil sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi. Tugasnya untuk memastikan realisasi investasi dan menyelesaikan masalah perizinan. Kepres ini juga memungkinkan Bahlil menelusuri izin pertambangan dan perkebunan yang tak produktif.
Selanjutnya Jokowi membentuk Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi yang diteken melalui Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2022. Lewat Kepres itu, Bahlil diberi mandat untuk mengisi posisi Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Sesuai Kepres yang ditandatangani Jokowi tangani pada 20 Januari 2022 tersebut, Bahlil diberi tugas untuk mencabut izin tambang, hak guna usaha, dan konsesi kawasan hutan serta memberikan fasilitas kemudahan kepada organisasi kemasyarakatan, koperasi, dan lain-lain untuk mendapatkan lahan.
Tidak sampai di situ, Jokowi semakin memperkuat wewenang Bahlil dengan mengeluarkan payung hukum berupa Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Beleid ini memberikan kewenangan bagi Satgas Investasi untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan. Juga memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi dan lain-lain.
Sejumlah keputusan presiden itu sesungguhnya memberikan wewenang berlebih kepad Bahlil. Pasalnya menurut Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara, pencabutan izin usaha pertambangan merupakan kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pencabutan izin juga harus memenuhi syarat, sepeerti pemegang izin tak memenuhi kewajiban, melakukan tidak pidana, atau pailit.
Bahlil Diduga Minta Fee Untuk Perizinan Tambang
Sebagai Ketua Satuan Tugas Percepatan Investasi, Bahlil disinyalir meminta fee untuk menghidupkan kembali izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dicabut. Tak tanggung-tanggung, besaran fee yang diminta bernilai fantastis berkisar Rp 5-25 miliar. Informasi ini dibenarkan tiga kolega Bahlil.
Besaran fee itu tergantung kondisi perusahaan, luas lahan dan banyaknya bahan penambangan. Tak hanya itu saja, Bahlil ditengarai meminta saham perusahaan yang izinnya dikembalikan sebesar 30 persen.
Kepala Biro Hukum Kementerian Investasi Rilke Jeffru Huawe mengaku pernah mendapatkan informasi serupa dari sejumlah pengusaha. “Pernah ada pengusaha datang ke saya dan mengeluh soal permintaan fee,” katanya.
Kendati demikian, Bahlil sempat membantah meminta uang kepada pengusaha tambang. Ia mengatakan bahwa untuk mengurus perizinan tidak memerlukan duit apa pun.
Ia bahkan berujar, apabila ada yang melakukan hal itu, maka harus dilaporkan ke polisi. “Kalau ada yang kayak gitu, laporkan saja ke polisi,” kata Bahlil saat menghadiri peresmian pabrik pupuk PT Kaltim Amonium Nitrat di Bontang, Kalimantan Timur pada Kamis, 29 Februari 2024 lalu.
Bahlilk kemudian melaporkan hasil investigasi Tempo ke ke Dewan Pers. Ia melaporkan Majalah Tempo edisi 4-10 Maret 2024 berjudul "Main Upeti Izin Tambang" dan podcast berjudul "Dugaan Permainan Izin Tambang Menteri Investasi Bahlil Lahadalia" yang tayang pada Sabtu, 2 Maret 2024.
Sebelum merilis laporan investigasinya, Tempo telah berulang kali berupaya mengonfirmasi masalah tersebut ke Bahlil. Namun, Bahlil tidak menanggapi pesan dan panggilan telepon Tempo. Ia juga tak membalas surat permintaan wawancara yang dikirim dua kali ke kantor dan rumah dinasnya.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, menegaskan bahwa Tempo menerbitkan karya jurnalistik melalui proses kerja yang proper. Tempo selalu mematuhi kaidah jurnalisttik.
Setri juga menjelaskan produk investigasi yang digarap Tempo telah melalui proses kerja berlapis. Seluruh sumber yang disebut dalam tulisan juga mendapat kesempatan untuk menjelaskan. Ia mengatakan hal itu penting untuk memenuhi asas keberimbangan. "Terkadang, banyak narasumber tidak menggunakan kesempatan yang diberikan," kata Setri, Selasa, 5 Maret 2024.
RIZKI DEWI AYU | MAJALAH TEMPO | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Rekam Jejak Menteri Bahlil Lahadalia yang Diduga Jual-Beli Izin Tambang