TEMPO.CO, Jakarta - Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah sebesar 15 poin, meskipun sebelumnya sempat terdepresiasi sebanyak 30 poin, yakni diperdagangkan pada level Rp 15.645 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.630 per dolar AS.
Adapun untuk perdagangan besok, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan, mata uang rupiah akan mengalami fluktuasi namun tetap tertekan, dengan kisaran perdagangan antara Rp 15.630 hingga Rp 15.690 per dolar AS.
Ibrahim menjelaskan, pelemahan rupiah sore ini salah satunya disebabkan peningkatan utang pemerintah. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada Januari 2024, utang pemerintah mencapai Rp 8.253,09 triliun atau setara dengan 38,75 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa.
“Posisi utang pada awal tahun tersebut kembali meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2023 yang sebesar Rp 8.114,69 triliun,” ujar Ibrahim dalam pernyataan tertulis, pada Selasa, 27 Februari 2024.
Menurut Ibrahim, rasio utang yang tercatat pada Januari 2024 masih di bawah batas aman 60 persen terhadap PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, rasio ini juga lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40 persen.
Mayoritas utang pemerintah, Ibrahim merinci, berasal dari utang dalam negeri (71,60 persen) dan sebagian besar dalam bentuk Surat Berharga Negara (atau SBN (88,19 persen).
Pada akhir Januari 2024, lembaga keuangan memegang sekitar 45,9 persen kepemilikan SBN domestik, terdiri atas perbankan 27,4 persen dan perusahaan asuransi, serta dana pensiun 18,5 persen. Selain itu, kepemilikan SBN domestik oleh BI tercatat sekitar 18,7 persen yang digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter.
Pilihan Editor: Terkini: Ekonom Kritisi Pemerintah yang Kambinghitamkan Harga Beras Akibat El Nino, Beras di Era Jokowi Termahal Sepanjang Sejarah