Ia menyebutkan kekhawatiran juga muncul atas melemahnya perekonomian negara-negara importir komoditas terbesar di dunia seperti Inggris dan Jepang yang telah memasuki resesi pada akhir tahun 2023, meningkatkan kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
Di sisi lain, ada faktor internal yang turut mempengaruhi melemahnya nilai rupiah pada perdagangan sore ini, yaitu Bank Indonesia diprediksi mempertahankan BI Rate di 6 persen. “BI Rate tetap di level 6 persen pada pertemuan 20-21 Februari 2024 lantaran inflasi dalam negeri saat ini tetap dapat terjaga,” kata dia.
Adapun inflasi tahunan pada bulan Januari 2024 mencapai 2,57 persen, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,28 persen.
Namun ia menjelaskan bahwa terdapat potensi peningkatan inflasi dalam dua bulan berikutnya akibat kenaikan harga beras dan aspek musiman bulan Ramadhan.
Meskipun nilai tukar rupiah mengalami depresiasi di awal tahun, menurut Ibrahim, volatilitas nilai tukar mulai menurun pada bulan Februari 2024. Rupiah diperkirakan akan menunjukkan stabilitas nilai tukar yang cenderung menguat sepanjang tahun 2024, didukung oleh meredanya ketidakpastian global, penurunan imbal hasil obligasi negara maju, serta penurunan tekanan penguatan dolar AS.
Ekonomi Amerika Serikat dan India juga diprediksi tetap kuat berkat konsumsi rumah tangga dan investasi yang terus mendukung, ini berbanding terbalik dengan Cina. “Sedangkan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat lantaran konsumsi rumah tangga dan investasi tetap lesu, dipengaruhi oleh pelemahan sektor properti dan keterbatasan stimulus fiskal,” kata dia.
Pilihan Editor: Sri Mulyani Mengaku Tak Ikut Sinkronisasi dengan Pemerintah Baru, Analis Sebut Sosoknya Masih Sangat Diperlukan di Kabinet