TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan tahun ini ekspor sektor manufaktur bisa mencapai US$ 193,4 miliar (sekitar Rp 302 triliun). Tahun lalu, target ekspor manufaktur berhasil terlawati.
“Kami optimistis tahun ini bisa tercapai,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis pada Senin, 19 Februari 2024.
Kemenperin mencatat ekspor sektor manufaktur pada tahun 2023 mencapai US$ 186,98 miliar (sekitar Rp 292 triliun) atau 72,24 persen dari total nilai ekspor nasional sebesar US$ 258,82 miliar (sekitar Rp 404 triliun). Realisasi ekspor industri manufaktur sepanjang 2023 melampaui target yang ditetapkan sebelumnya, yakni sekitar US$ 186,40 miliar (sekitar Rp 291 triliun). Untuk itu Kemenperin optimistis target tahun ini dapat tercapai.
Lima sektor utama yang menjadi penyumbang terbesar terhadap ekspor manufaktur meliputi industri logam dasar, industri makanan dan minuman, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik, industri kimia, farmasi, dan obat tradisional, serta industri alat angkutan. Pemerintah saat ini mendorong diversifikasi produk ekspor, dengan penekanan pada daya saing dan nilai tambah yang tinggi.
“Oleh karena itu, kami terus bertekad untuk meningkatkan nilai ekspor produk manufaktur, termasuk menambah diversifikasi produknya, yang tentunya mempunyai daya saing dan nilai tambah tinggi,” ujar Agus melalui keterangan resminya, dikutip
Dalam upaya meningkatkan diversifikasi produk ekspor, menurut Agus, pemerintah terus mendorong komoditas ekspor dengan kompleksitas tinggi atau bernilai tambah tinggi seperti hasil pengolahan nikel.
“Sebagian besar berupa logam dasar hasil hilirisasi nikel seperti stainless steel ingot dan CRC (bahan pelumas), serta kendaraan roda dua. Selainnya merupakan produk baru dengan low complexity (kompleksitas rendah) seperti aluminium oksida, dan turunan CPO (minyak kelapa sawit),” papar Agus.
Mengacu pada data Kemenperin, tren ekspor industri pengolahan nonmigas nasional terus meningkat sepanjang 2019 hingga 2022. Pada tahun 2019, ekspor produk manufaktur mencapai US$ 127,38 miliar (sekitar Rp 199 triliun), meningkat menjadi US$ 206,06 miliar (sekitar Rp 323 triliun) di tahun 2022.
Menurut Agus, peningkatan ekspor produk manufaktur akan memperkuat neraca perdagangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Guna meningkatkan ekspor manufaktur, kata Agus, presiden telah membentuk Satuan Tugas Peningkatan Ekspor, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2023. Satgas ini terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana, bertugas mengembangkan sumber daya dan industri ekspor serta menetapkan strategi peningkatan peran ekspor usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Tugas tim pelaksana, antara lain adalah melakukan pengembangan sumber daya dan industri ekspor termasuk peningkatan produktivitas dan daya saing, serta menetapkan strategi peningkatan peran ekspor,” tuturnya.
Lebih lanjut, Agus juga menjelaskan komitmen pemerintah terhadap hilirisasi industri dengan tujuan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia. Langkah ini sejalan dengan larangan ekspor bahan mentah yang telah diterapkan.
“Seperti yang Bapak Presiden Jokowi sampaikan bahwa sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara maju, jika negara-negara lain telah memiliki ketergantungan terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh negara maju tersebut,” imbuhnya.
ADINDA JASMINE PRASETYO
Pilihan Editor: Greenpeace Sebut Pengurangan Polusi Jakarta Tak Cukup dengan Kendaraan Listrik