Haryadi Sukamdani berharap hasil pengujian materil ini dapat mencabut pasal dimaksud, sehingga penetapan PBJT yang termasuk dalam jasa kesenian dan hiburan adalah sama, yaitu antara 0 hingga 10 persen.
GIPI, kata Hariyadi Sukamdani, menganggap bahwa penetapan tarif pajak hiburan dilakukan tanpa menggunakan prinsip-prinsip dasar yang seharusnya digunakan dalam mengambil keputusan. “Penetapan tarif itu sendiri tidak memiliki dasar perhitungan atau pertimbangan kuat. Jadi, terlihat sekali diskriminasinya," tuturnya.
Lebih lanjut, Hariyadi Sukamdani menyebut penerapan kebijakan itu akan berdampak signifikan terhadap sektor pariwisata. Usaha hiburan akan kehilangan konsumen dan berakhir pada penutupan usaha, serta banyaknya pekerja yang akan kehilangan pekerjaannya.
Di sisi lain, penetapan kebijakan ini menciptakan masalah baru bagi sektor pariwisata yang baru saja pulih dari pandemi Covid-19. “Dibandingkan dengan sektor lain, ini kami lihat sangat akan mematikan sektor tersebut dan menurunkan daya tarik pariwisata,” kata dia.
Pilihan Editor: Rektor Paramadina Kritik Jokowi: Sudah Seperti Zaman Pak Harto, Presiden seperti Raja