TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Indonesia dan mantan menteri keuangan Chatib Basri yakin ekonomi global tahun ini cukup baik ditandai dengan Amerika Serikat (AS) yang tidak akan resesi. Namun dia mewaspadai situasi ekonomi China, memberikan peringatan mengenai pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu.
“Saya kira probabilitas resesi di Amerika kecil tahun ini, growth-nya (pertumbuhan) akan relatif lebih baik. Jadi saya setuju dengan itu,” ujar Chatib, saat ditemui awak media dalam agenda Indonesia Infrastructure Finance's Anniversary Dialogue yang dihelat pada Senin, 29 Januari 2024 di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan.
Sementara itu, meskipun memperingatkan bahwa perekonomian Tiongkok bakal melambat, Chatib yakin raksasa ekonomi dunia selain AS itu juga tidak akan terjun ke dalam jurang resesi.
“Tiongkok akan ada slowdown, tapi nggak resesi,” lanjut Chatib. Senada dengan prediksi Bank Dunia, menurut perkiraan Chatib, ekonomi Tiongkok diproyeksikan tumbuh sekitar 4,5 persen pada tahun ini.
Melansir dari Laporan Global Economic Prospects edisi Januari, Bank Dunia menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan juga Tiongkok pada tahun 2024. Proyeksi tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang sebesar 5,2 persen pada tahun 2023 kemungkinan akan melambat menjadi 4,5 persen tahun ini. Bahkan, menurut Bank Dunia, tren perlambatan di Tiongkok akan terus berlanjut hingga 2025 menuju level 4,3 persen.
Bank Dunia memberikan perhatian khusus pada penurunan konsumsi domestik, yang diyakini menjadi pendorong utama perlambatan pertumbuhan Tiongkok. Kontributor utama terhadap penurunan ini adalah ketidakpastian ekonomi, yang mendorong konsumen untuk mengurangi pengeluaran mereka.
Selain itu, krisis di sektor properti yang masih berlanjut telah menciptakan ketidakpastian lebih lanjut di pasar Tiongkok, mengurangi kepercayaan konsumen untuk berinvestasi dan mengonsumsi.
Dengan redupnya pertumbuhan ekonomi Tiongokok, Bank Dunia juga memproyeksikan perlambatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik termasuk Indonesia pada 2024. Proyeksi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut pada 2024 diprediksi 4,5 persen dan kemudian menurun menjadi 4,4 persen pada tahun 2025.
Jika Tiongkok dikeluarkan, pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut diantisipasi untuk menguat sedikit, mencapai 4,7 persen pada tahun 2024 dan diproyeksikan tetap sejalan pada tahun 2025. Dengan demikian, dampak melambatnya ekonomi Tiongkok tampaknya memberikan dinamika yang berbeda pada pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Termasuk bagi Indonesia, eksportir batubara dan sawit ke Tiongkok.
ADINDA JASMINE PRASETYO