TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku kaget dengan kenaikan pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen. Dia juga mengatakan kebijakan itu bisa berdampak pada investasi.
"Feeling saya, akan berdampak kurang pas," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi, Rabu, 24 Januari 2024. "Memang ini menganggu, tapi Pak Menko Luhut sudah menyampaikan untuk di-hold."
Meski diwacanakan untuk meningkatkan pendapatan negara, Bahlil menilai kebijakan baru pajak hiburan ini masih membutuhkan kajian. Hal ini lantaran pajak kemahalan bisa membuat investor ogah masuk ke Indonesia.
Pasalnya, kenaikan pajak membuat biaya produksi bakal melambung dan otomatis diikuti kenaikan harga jual. "Jadi bahaya. Konsumennya sedikit," kata Bahlil.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Dalam Negeri atau Mendagri mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 900.1.13.1/403/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
SE tersebut sebagai petunjuk bagi kepala daerah untuk memberikan insentif pajak kepada para pelaku usaha hiburan agar iklim usaha lebih kondusif. Dengan adanya regulasi yang diterbitkan pada 19 Januari itu, pemerintah daerah dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya.
Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PJBT) atas jasa kesenian dan hiburan dikenakan kepada semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi dan/atau keramaian. "Sehubungan dengan adanya keberatan dari Pelaku Usaha pada Pajak Hiburan Tertentu sesuai Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, sehingga membuka peluang kepada Kepala Daerah untuk memberikan insentif fiskal," demikian kutipan SE yang diteken Tito Karnavian tersebut.
Sontak, kebijakan itu menimbulkan polemik. Para pengusaha sektor hiburan menolak kenaikan pajak tersebut. Salah satunya pengusaha sekaligus pengacara Hotman Paris, yang menyebut kebijakan ini memberatkan pengusaha lantaran harus membayar pajak 40 persen. Padahal, kata dia, keuntungan pengusaha bisa hanya 10 persen.
"Kalau 40 persen pendapatan kotor harus bayar pajak, berarti 10 persen keuntungan sudah harus dipakai untuk bayar pajak ke pemerintah. Tiga puluh persen dari mana? Ya dari modal. Jadi kerugian, kan. Belum lagi pajak badan 22 persen," kata Hotman di Kantor Menko Perekonomian pada Senin, 22 Januari 2024.
Hotman pun memperkirakan lebih dari 100 persen pajak yang harus dibayarkan industri jika kenaikan pajak 40-75 persen diberlakukan. "Belum lagi pajak PPN (pajak pertambahan nilai) minimum 10 persen."
Hotman lantas mengatakan, jika ingin membinasakan pengusaha industri hiburan, tidak perlu melalui undang-undang, tinggal jangan beri izin beroperasi. "Kalau memang tujuannya untuk membinasakan kami, jangan pakai undang-undang lah. Bilang aja, jangan keluarin izin lah," ujarnya.
RIRI RAHAYU | ANNISA FEBIOLA
Pilihan Editor: Luhut Komentari Cak Imin yang Sebut Kebijakan Hilirisasi Jokowi Ugal-ugalan: Anda Membohongi Publik