TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menanggapi soal dugaan politisasi bantuan sosial pangan atau bansos beras yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Terlebih, baru-baru ini Jokowi mengatakan dia sebagai presiden boleh mendukung salah satu paslon dan ikut berkampanye.
"Kami sangat prihatin dengan politisasi bansos yang dipertontonkan dengan sangat vulgar oleh penguasa," ujar Yusuf saat dihubungi Tempo, Rabu, 24 Januari 2024.
Dugaan politisasi ini semakin menguat setelah beredar foto beras Bulog yang berasal dari cadangan beras pemerintah (CBP) ditempel stiker paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran). Foto tersebut beredar di media sosial X.
Yusuf menekankan prinsip dasarnya bansos adalah kewajiban negara kepada warga negara. Khususnya untuk warga yang tidak memiliki kemampuan mencukupi kebutuhan dasar mereka karena kefakiran, kemiskinan, dan keterlantaran. Dengan demikian, bansos untuk masyarakat miskin, terutama kelompok marjinal seperti warga lansia dan penyandang disabilitas, adalah tugas mulia negara untuk melindungi setiap warga negara.
Namun, kini ia menilai bansos telah dipolitisasi secara vulgar untuk kepentingan elektoral jangka pendek menjelang Pemilu. Menurutnya, politisasi bansos terlihat menguat signfikan di era Jokowi lantaran presiden sangat aktif terlibat dalam penetapan kebijakan bansos. "Bahkan secara berlebihan terlibat dalam teknis seremonial pendistribusian bansos," ucapnya.
Menurutnya, motivasi elektoral untuk politisasi bansos juga telah mendistorsi substansi dan arah besar kebijakan penanggulangan kemiskinan. Sebab, ia menilai pemerintah seharusnya berfokus pada pemberdayaan ekonomi rakyat, seperti UMKM dan penciptaan lapangan pekerjaan yang berkualitas secara luas, bukan terus memperbesar dan memperluas bansos.
Selanjutnya: Seharusnya, kata Yusuf, pembagian bansos semakin kecil cakupannya....