TEMPO.CO, Semarang - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Maleh Dadi Segoro menilai sejumlah kelemahan analisis dampak lingkungan atau Amdal tol tanggul laut Semarang-Demak. Proyek strategis nasional tersebut diklaim pemerintah sebagai solusi banjir di wilayah Kota Semarang dan Kabupaten Demak.
Sebelumnya Kementerian Pertahanan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menggelar seminar tentang giant sea wall. Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut pembangunan tol tanggul laut Semarang-Demak telah memiliki studi ekologi.
Koalisi Maleh Dadi Segoro menduga studi ekologi yang dimaksud Airlangga adalah Amdal. Namun, mereka justru mengungkapkan sejumlah kelemahan Amdal tersebut. "Yang disahkan pada Maret 2018," ujar perwakilan koalisi, Iqbal Alghofani, pada Rabu, 17 Januari 2023.
Menurut koalisi, tidak ada konsultasi publik yang melibatkan kelompok kritis ketika penyusunan Amdal. "Secara umum, analisis dalam Amdal sempit untuk proyek sebesar tol tanggul laut Semarang-Demak," kata dia.
Kemudian, Amdal dinilai kurang mendalam mengkaji potensi perubahan arus laut, amblesan tanah, dan kesejarahan banjir rob di Semarang. Terkait potensi perubahan arus laut, Amdal mengidentifikasi bahwa perubahan arus laut hanya terjadi pada tahap konstruksi, dan itupun sifatnya hipotetik.
Penurunan muka tanah, Amdal dinilai gagal melihat pembebanan sebagai salah satu penyebab dominan amblesan tanah. "Sehingga, dokumen itu tidak bisa melihat bahwa justru pembangunan TTLSD akan mengkonsentrasikan aktivitas di bagian utara, menambah beban, dan dengan itu justru akan memperparah amblesan tanah," tuturnya.
Amdal juga menyebut pembangunan tol tanggul laut Semarang-Demak meningkatkan kesempatan kerja. Namun, tak membahas potensi warga yang akan kehilangan pekerjaan karena rusaknya hutan bakau dan ekosistem akuatik menyebabkan biota pantai serta laut tidak bisa berkembang. "Akan menghilangkan akses warga ke kawasan pantai," ucap dia.
Amdal juga tidak detil menyampaikan asal bahan urugan untuk pembangunan tol tanggul laut. "Ada potensi kerusakan ekologi di Kecamatan Pabelan, Bawen, Kabupaten Semarang; Kaliwungu, Kabupaten Kendal; dan Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan akibat pengambilan material urugan yang digunakan untuk reklamasi wilayah pesisir," kata dia.
Pilihan Editor: Lagi, Kritik dari Kampus untuk Tol Tanggul Laut Semarang