Proyek Rempang Eco City melibatkan PT Makmur Elok Graha (MEG) sebagai pengembang. MEG juga menggandeng Xinyi Group, investor Cina yang akan menanamkan modal sekitar US$ 11,6 miliar. Rencananya, Xinyi akan membangun fasilitas hilirisasi pasir kuarsa.
Untuk merealisasikan investasi Xinyi, pemerintah mesti membebaskan lahan sekitar 2.000 hektar dan menggusur 961 kepala keluarga (KK). Hingga kini, masyarakat masih menolak. Sementara, BP Batam mengklaim hingga 27 Desember 2023 sudah ada 94 yang bersedia digusur dan menempati hunian sementara.
Seiring rencana penggusuran, pemerintah menjanjikan sejumlah kompensasi. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan warga yang digusur akan mendapat tanah 500 meter persegi dan rumah tipa 45 senilai Rp 120 juta, berikut sertifikat hak milik. Sementara hunian baru belum jadi, pemerintah memberi uang masa tunggu Rp 1,2 juta per orang dan uang sewa rumah Rp 1,2 juta per bulan. Bahlil juga memastikan pemerintah menghitung biaya kompensasi untuk tambak ikan, tanaman, ataupun perahu milik warga.
Meski begitu, proyek ini tetap menuai kritik. Salah satunya dari Manager Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia Parid Ridwanuddin yang mengatakan Rempang Eco City seperti proyek mie instan. Pasalnya, semuanya serba cepat dan tidak melalui kajian analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal.
Kabar teranyar, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 78 Tahun 2023 pada 8 Desember 2023. Kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengatakan Perpres ini menjadi dasar salah satu aturan yang akan digunakan untuk pembangunan rumah relokasi permanen untuk warga terdampak pembangunan Rempang Eco City di Kampung Tanjung Banun.
Selanjutnya: 2. PLTS Terapung Cirata Diresmikan....