TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan Indonesia berpotensi kehilangan pasar nikel. Musababnya, kecelakaan kerja di pabrik smelter nikel berulang kali terjadi.
Teranyar, insiden ledakan tungku milik PT PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada Minggu, 24 Desember 2023, yang menimbulkan 18 korban jiwa.
"Jika kecelakaan kerja serupa terulang, khawatir produk nikel yang dihasilkan Indonesia dihargai murah. Bahkan, kesulitan mencari pembeli karena mengabaikan keselamatan pekerja," kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 26 Desember 2023.
Sebelumnya pada November lalu, Bhima melanjutkan, Presiden Jokowi memang bertemu Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk membahas bantuan teknis agar nikel Indonesia layak mendapat fasilitas inflation reduction act (IRA). Adapun IRA merupakan undang-undang pengurangan inflasi yang dibentuk atas dasar iklim dan tindakan energi bersih.
"Tapi, situasi yang memburuk di pabrik nikel bisa mengancam kesepakatan ekspor olahan nikel indonesia. Tidak hanya ke Amerika, tapi juga ke Eropa," ujar Bhima.
Diberitakan sebelumnya, ledakan tungku smelter milik PT ITSS terjadi pada Minggu, 24 Desember 2023, sekitar pukul 05.30 WITA. Buntut insiden tersebut, 10 tenaga kerja Indonesia dan 8 tenaga kerja asing dikonfirmasi meninggal. Puluhan pekerja lainnya juga mengalami luka-luka.
"Korban luka sekarang 41 orang dan masih menjalani perawatan di RSUD Bungku dan dua fasilitas klinik yang ada di dalam kawasan PT IMIP," kata Media Relations Head PT IMIP Dedy Kurniawan ketika dikonfirmasi, Selasa, 26 Desember 2023.
Ihwal kronologis kejadian, Dedy sempat mengatakan, kebakaran terjadi pada tungku 41 yang awalnya masih ditutup untuk operasi pemeliharaan. Saat tungku tersebut sedang tidak beroperasi dan dalam proses perbaikan, terdapat sisa slag atau terak dalam tungku yang keluar.
"Terak itu kemudian bersentuhan dengan barang-barang yang mudah terbakar. Dinding tungku runtuh dan sisa terak besi mengalir keluar, sehingga menyebabkan kebakaran," kata dia.
Namun, Dedy mengklaim tungku 41 masih layak pakai. Hanya saja, tungku tersebut harus mendapat perawatan rutin secara periodik. Pengecekan berkala, kata dia, juga selalu dilakukan.
Dedy juga mengatakan karyawan yang bertugas di area berbahaya tersebut selalui didampingi tim teknis. Pendamping itu, termasuk petugas pengawas kerja.
"Sehari sebelum kejadian, tungku juga sudah dimatikan dan tidak dioperasikan karena akan diperbaiki," kata Dedy.
RIRI RAHAYU | EKA YUDHA SAPUTRA
Pilihan Editor: Cerita Buruh soal Kebakaran Besar di PT ITSS Morowali Tewaskan 12 Orang: Terjadi Saat Tungku Smelter Diperbaiki