TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo mengatakan di tahun politik, munculnya tawaran program baru menjadi hal yang lazim. Para calon presiden dan calon wakil presiden (Capres dan Cawapres), kata dia, ingin memikat hati rakyat, dengan memperbaiki, memperkuat, bahkan mengubah program yang sudah berjalan sebelumnya.
Meski begitu, ia mengingatkan kepada calon pemimpin itu ada biaya yang harus dipikirkan dalam menjalankan program itu. “Persoalannya, uangnya dari mana? Nah di titik ini rasanya kami perlu lebih serius memikirkan. Jelang debat Cawapres, saya ingin turut menghangatkan diskursus dengan membahas pajak,” cuit Prastowo dalam akun X pribadinya @prastow pada Rabu, 20 Desember 2023. Tempo diizinkan mengutip unggahan Prastowo.
Akhir-akhir ini, perpajakan kerap menjadi bahan diskursus publik. Menurut dia, hal itu menjadi kabar baik, artinya publik semakin sadar pentingnya pajak dalam sistem bernegara. Terlebih beberapa tahun belakang, pendapatan negara ditopang oleh penerimaan pajak.
Prastowo membagikan beberapa hal mengenai perpajakan di Indonesia, mengingat apapun program pemerintah baik saat ini dan nanti, pasti membutuhkan penerimaan pajak yang semakin tinggi. Dia menjelaskan sembilan poin mengenai pajak.
Pertama, pajak merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN sendiri adalah alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang menjadi tanggung jawab kita bersama. “Di tengah ketidakpastian global, ketegangan geopolitik, dan tekanan domestik, APBN dituntut untuk dapat menyangga kehidupan sosial ekonomi,” kata dia.
Prastowo menjelaskan keuangan negara tentu memiliki keterbatasan, maka perlu bergotong royong melalui pajak. Menurut dia, pajak identik dengan kemandirian dan welas asih, di mana yang tidak mampu dibantu, yang mampu membayar, semakin mampu bayar lebih besar.
Dengan demikian, pajak adalah bagian dari alat kebijakan untuk mencapai tujuan bernegara. Oleh karena itu, dari berbagai diskusi di ruang publik, kinerja perpajakan tidak semata-mata dilihat dari tax ratio saja. “Ada fasilitas/ insentif yang mesti diperhitungkan,” tutur Prastowo.
Kedua, Prastowo bicara mengenai gotong royong dengan mengutip penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang merupakan pondasi reformasi perpajakan Indonesia. Dia memberikan ilustrasi, bahwa APBN adalah instrumen mewujudkan tujuan negara. Di mana tiga pilar sektor swasta, masyarakat sipil, dan pemerintah berelasi secara dialektis.
Selanjutnya: “Pertama-tama bahkan pemerintah memberi..."