TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyoroti kebijakan pemerintah soal persyaratan KTP untuk pembelian LPG 3 kg. Ia mengatakan, rencana membatasi penjualan LPG 3 kg dengan melakukan pendaftaran di agen resmi Pertamina bukan solusi yang berkeadilan.
“Calon pembeli LPG 3 kg harus mendaftar dan mendatangi agen resmi Pertamina yang jumlahnya terbatas dan kemungkinan besar jauh dari tempat tinggal konsumen,” kata Yusuf kepada Tempo, Rabu, 21 Desember 2023.
Selain itu, kata Yusuf, kewajiban menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga untuk pencocokan data dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS akan menghambat calon pembeli yang tidak memiliki dokumen kependudukan resmi. Ia berujar, hal tersebut akan mengecilkan hati kelompok miskin yang mestinya paling berhak atas LPG 3 kg bersubsidi.
Yusuf juga mengatakan pendataan KTP untuk pembelian LPG 3 kg belum tentu efektif. Musababnya, data DTKS sejak lama bermasalah. Sedangkan data P3KE belum diketahui sejauh mana validitasnya. Yusuf berujar, beberapa daerah yang telah menerima data P3KE untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem, melaporkan harus cukup banyak melakukan perbaikan karena data P3KE yang dipandang banyak tidak sesuai dengan realitas lapangan.
“Jika data P3KE masih menghadapi masalah yang sama dengan DTKS, maka kita akan masih menghadapi isu lama, yaitu tingginya angka exclusion error, orang miskin yang berhak namun tidak masuk DTKS, dan angka inclusion error, serta orang tidak miskin yang tidak berhak tapi masuk dalam DTKS,” kata Yusuf.
Yusuf mengatakan jika pemerintah berkukuh menerapkan kebijakan pendataan KTP, basis data kemiskinan yang valid dan selalu diperbarui adalah keharusan. Pemerintah mesti memastikan exclusion error mendekati nol. “Tidak boleh ada orang miskin yang tidak masuk dalam DTKS atau P3KE, sehingga pembatasan LPG 3 kg tidak akan merugikan kelompok miskin,” tuturnya.
Selanjutnya: Kementerian ESDM: Tak Ada Pembatasan