TEMPO.CO, Jakarta - PT Waskita Karya (Persero) Tbk mengalami masalah keuangan yakni gagal bayar bunga dan pelunasan obligasi perseroan yang jatuh tempo pada 5 Mei 2023 dan 6 Agustus 2023. Masalah tersebut, berisiko menyeret banyak perusahaan asuransi ataupun dana pensiun swasta dan badan usaha milik negara (BUMN)—yang diketahui sudah lama mengoleksi obligasi Waskita.
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon merespons hal tersebut. “Inilah kenyataan yang tidak bisa kita hindarkan dalam kehidupan keseharian bisnis,” ujar dia dalam konferensi pers di Rumah AAJI, Jakarta Pusat, pada Rabu, 29 November 2023.
Adapun soal jumlah industri asuransi jiwa yang memiliki obligasi di Waskita, Budi mengatakan tidak memiliki datanya. Karena, memang anggota AAJI selalu memberikan laporan tiga bulanan, tapi isinya hanya jumlah polis dan tidak rinci hingga nama pemegang polisnya.
Selain itu, ketika anggota AAJI menyampaikan preminya pun, kata Budi, datanya gelondongan. Tidak sampai dengan data bahwa premi pertama jumlahnya sekian, dan seterusnya. Bahkan ketika menyampaikan misalnya September 2023 berinvestasi Rp 10 triliun, tidak pernah AAJI meminta rincian datanya.
“Berapa di bank A, berapa di bank B, demikian pula dengan obligasi,” kata Budi. “Jadi kalau bertanya ada berapa banyak anggota AAJI yang mempunyai obligasi PT A dan PT B mohon maaf karena tidak kami minta sedetail itu.”
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), perusahaan asuransi serta dana pensiun domestik menjadi investor terbesar dalam sepuluh seri obligasi Waskita Karya dan anak perusahaannya, Waskita Beton Project sejak 2018. Secara total, nilai sepuluh seri oblihasi emiten dengan kode WSKT dan WSBP itu mencapai Rp 8,942 triliun.
Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 8,835 triliun dipegang investor lokal. Sisanya sebesar Rp 106,65 miliar dipegang investor asing. Di pihak lokal perusahaan asuransi menjadi pemegang obligasi terbanyak dengan nilai Rp 4,34 triliun. Disusun dana pensiun yang nilainya Rp 1,8 triliun; reksa dana Rp 1,46 triliun; investor individu Rp 543,44 miliar; korporat Rp 156,4 miliar; yayasan Rp 74,16 miliar; investor lain Rp 79,3 miliar; dan sekuritas Rp 16,6 miliar.
Pengamat industri keuangan nonbank yang juga Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) periode 2015-2022 Suheri mengatakan obligasi infrastruktur khususnya milik perusahaan pelat merah kerap menarik minat pengelola dana pensiun. Alasannya karena menawarkan imbal hasil yang tinggi. Terlebih, secara fundamental, kala itu Waskita juga masih menunjukkan kinerja keuangan yang sehat.
Selain itu, kata Suheri, investor juga memiliki mindset bahwa semua perusahaan yang berada di naungan pemerintah itu aman. “Karena rasanya tidak mungkin terjadi default atau risikonya kecil. Tentu kondisi seperti sekarang tidak pernah terpikirkan sebelumnya,” tutur Suheri.
MOH KHORY ALFARIZI | KORAN TEMPO
Pilihan Editor: Ternyata Ini Alasan Saham Waskita Karya Terancam Delisting dari Bursa