TEMPO.CO, Solo - Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik mengemukakan saat ini sudah ada 40 entitas yang telah menjadi pengguna jasa bursa karbon (PJBK). Dari sisi transaksi bursa karbon tercatat sudah ada lebih dari 490 ribu ton dengan nilai harga jual karbon terakhir senilai Rp 59.200.
"Jumlah pengguna jasa tersebut meningkat bila dibandingkan hari pertama bursa karbon diluncurkan pada 26 September 2023 lalu yang pada saat itu tercatat ada 15 pengguna jasa (entitas)," ujar Jeffrey saat pemaparan materi di acara Media Gathering "Ngobrol Santai Bareng Wartawan" di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu sore, 29 November 2023.
Ia menyebutkan saat ini ada dua pasokan untuk bursa karbon tersebut yaitu Proyek Lahendong dari PT Pertamina dan proyek di Muara Karang dari PT PLN.
Jeffrey mengungkapkan pihaknya mendapat cukup banyak pertanyaan tentang mengapa sejak peluncurannya bursa karbon itu sepi. Ia menyatakan bursa karbon sepi jika dibandingkan dengan bursa saham yang setiap hari mencatatkan transaksi senilai sekitar Rp 10,5 triliun. Menurutnya, antara bursa karbon dengan bursa saham tidak bisa dibandingkan karena ada perbedaan.
"Bursa karbon kita tidak bisa dibandingkan (dengan bursa saham) karena supply (pasokan) dan demand (permintaan) berbeda," ungkapnya.
Ia menjelaskan bursa karbon saat ini hanya bisa menerima pendaftaran pembeli maupun penjual yang berbentuk usaha. Sesuai ketentuannya, saat ini bursa karbon juga belum dibuka untuk pembeli asing. Sehingga jika dilihat dari sisi potensi nilai ekonomi
"Jika dibandingkan dengan potensi nilai ekonomi kepemilikan Indonesia kita masih sepi, tetapi secara relatif kalau dibandingkan dengan bursa karbon di regional ceritanya berbeda," katanya.
Saat peluncuran bursa karbon bulan September 2023 lalu, lanjutnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar melaporkan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi bahwa proses di Indonesia butuh waktu 8 bulan bursa karbon diluncurkan sejak keberadaannya disahkan. Sementara negara tetangga prosesnya butuh waktu 2 tahun.
"Di Indonesia butuh waktu 8 bulan sejak itu (bursa karbon) disahkan sampai diluncurkan, sedangkan di negara tetangga butuh waktu 2 tahun. Adapun untuk 10 hari pertama bursa karbon mencatatkan volume transaksi sebesar 460 ribu ton, itu sama dengan 3 kali lipat dengan volume transaksi yang dicatatkan oleh negara tetangga dalam kurun waktu yang sama," katanya.
Pilihan Editor: Diskon 50 Persen Bursa Karbon Berakhir, OJK Tidak Perpanjang