Temmy menyebut, hal itulah yang membuat Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki geram. Produk dalam negeri tak menjadi pilihan karena gempuran produk impor.
"Kenapa Pak Menteri kami marah-marah kemarin, ribut karena produk yang selama ini menjadi basis produksi kita. Kita kan negara dengan produk muslim di dunia dan lebih dari satu orang dalam satu bulan pasti ada hijab, kebayang kan produk Indonesia dari dalam dan luar negeri ini potensi yang cukup besar, senilai kurang lebih Rp 6 triliun sekian untuk pasar hijab di indonesia,” kata Temmy.
Sebenarnya, kata Temmy, penjualan lintas negara atau cross border hijab sebenarnya sudah ditutup melalui Permendag Nomor 31 Tahun 2023. Meski demikian, ia masih menemukan banyak produk hijab yang dijual murah di platform e-commerce.
"Kalau untuk hijab, kan kalau cross border sudah ditutup. Shopee Lazada sudah tutup. Tapi produk yang sudah masuk dulu terus dijual di platform itu masih banyak. Di Shopee masih temui harga-harga murah. Intinya sebenernya ada pengawasan dari Kemendag dalam hal ini," ujarnya.
Menurut Temmy, pengawasan terhadap produk impor masih dilakukan secara manual. Sistem digital, kata Temmy, diperlukan untuk mengawasi produk-produk yang dijual di pasaran.
“Terkait harga pokok penjualan (HPP) pun kita belum atur, belum ada aturannya, sebetulnya hijab itu berapa sih HPP-nya, harus sudah diregulasi, di Cina saja itu ya HPP diatur. Platform yang menjual di atas HPP itu kena sanksi, jadi kita punya satu PR lagi nih,” ujar Temmy.
Pilihan editor: Rasio Kewirausahaan Masih Jauh dari Target 12 Persen, Ini Strategi Kemenkop UKM