“Mungkin idealnya sekitar Rp 6.000-an, petani mungkin masih menikmati untung. HET berasnya ya tinggal kita sesuaikan,” ujarnya.
Dengan kenaikan harga gabah, menurut Sutarto, otomatis HET beras medium juga harus dinaikkan dari yang kini Rp 10.900 per kg menjadi sekitar Rp 11.500-Rp 12.000 per kg. Sedangkan untuk beras premium masih bisa dipertahankan untuk tetap berada di angka Rp 13.900 per kg.
“Harus dikoreksi juga, HET medium itu terlalu jauh dengan premium. Seperti sekarang, tidak ada yang mau memenuhi premium. Jadi orang yang menghasilkan premium jualnya pasti di atas HET,” ucapnya.
Sutarto menjelaskan harga gabah yang kini berada di atas Rp 7.000 karena dampak El Nino yang mengakibatkan suplai gabah menjadi terbatas. Namun faktor lain yang mengakibatkan harga gabah melonjak adalah harga pupuk dan bibit yang juga naik.
“Yang kedua, dari aspek memotong mata rantai ini perlu dilakukan supaya efisien. Kemudian saya dari aspek hilir itu sebenarnya penggilingan padi kecil banyak terjadi losses atau kehilangan hasil karena tercecer. Kedua, kualitas yang rendah atau efisiensinya kurang,” ucap Sutarto.
Kemudian untuk penanganan dari sisi hilir, Perpadi juga meminta pemerintah melakukan revitalisasi modal untuk mengubah alat mesin, menyediakan mesin pengiring gabah dan alat pendukung lainnya yang bisa menekan jumlah kehilangan panen.
“Sehingga kehilangan hasilnya bisa kita tekan, efisiensi kita tingkatkan, pasti rendemennya bisa meningkat. Bisa saja 2-5 persen hasil itu bisa hilang di situ bisa aja terjadi,” sebutnya,
AMY HEPPY | ANTARA
Pilihan Editor: Inflasi Oktober 2023 Mencapai 0,17 Persen, BPS: Transportasi hingga Beras jadi Penyumbang Terbesar