TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan Bursa Karbon masih memiliki potensi besar di waktu mendatang. Meskipun, sejauh ini transaksi di bursa yang diluncurkan pada 26 September 2023 itu masih relatif sepi.
"Potensi ke depan masih sangat besar, mempertimbangkan adanya 3.180 pendaftar yang tercatat di Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang ditawarkan," tutur Inarno dalam konferensi pers yang digelar virtual pada Senin, 30 Oktober 2023.
Baca juga:
Adapun sejauh ini, kata Inarno, Bursa Karbon mencatat nilai transaksi sebanyak Rp 29,45 miliar hingga 27 Oktober 2023. Sedangkan volume transaksinya mencapai 464.843 ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2e).
"Dari akumulasi Rp 29,45 miliar, 31 persen diperoleh dari pasar reguler; 5,48 persen di pasar negosiasi; dan 62,74 persen di pasar lelang," tutur Inarno.
Sementara itu, pengguna jasa Bursa Karbon yang mendapat izin bertambah 8 menjadi 24 pengguna jasa per 27 Oktober 2023. Sebelumnya pada 26 September 2023, tercatat hanya ada 16 pengguna jasa.
Baca juga:
Sebelumnya, Inarno juga mengklaim perkembangan yang terjadi pada Bursa Karbon sementara ini sudah menunjukkan tren positif. Ia membandingkan dengan tren yang terjadi dengan negara tetangga. Salah satunya, Malaysia yang butuh waktu setahun untuk bisa mencapai perdagangan aktif.
Di sisi lain, Inarno juga mengatakan Bursa Karbon tidak sama dengan pasar saham. Sehingga, tren transaksinya tidak mesti dibandingkan. "Ini (Bursa Karbon) lain. Karakternya beda. Tentunya, ini bukan perdagangan yang spekulasi, yang dalam satu hari akan keluar," kata Inarno dalam konferensi pers virtual pada Senin, 9 Oktober 2023. "
Pilihan Editor: Ekonom Ingatkan Anies, Ganjar, dan Prabowo: Melanjutkan IKN, Beban Berat APBN