TEMPO.CO, Jakarta - Kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara kembali dibahas. Pasalnya pemerintahan akan berganti dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi ke beberapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Bahkan, tahun depan, aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, serta kementerian dan lembaga akan mulai dipindahkan. Namun, Ekonom dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan tidak mudah menarik penduduk untuk masuk dan menetap di IKN.
Yusuf mencontohkan kota baru Batam yang dibangun sejak 1970, dari lahan kosong, lalu pada 1978 dilakukan pembangunan infrastruktur skala besar. Namun, hingga sekarang setelah sekitar 50 tahun berlalu, populasi Batam hanya 1,2 juta orang.
“Padahal puluhan tahun Batam menikmati berbagai fasilitas investasi dan kemudahan ekspor-impor,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 30 Oktober 2023.
Menurut Yusuf, IKN Nusantara membutuhkan penduduk hingga 3-5 juta orang agar investor tertarik dan bersedia menanamkan modalnya. Karena, kata dia, jika terus memaksakan di tengah kelemahan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan ketidakjelasan sumber pembiayaan swasta, maka berpotensi membuat IKN menjadi proyek mangkrak.
Bahkan, dia menjelaskan, seandainya IKN terbangun pun dengan pembiayaan APBN dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetap tidak ada jaminan penduduk bersedia pindah ke sana. Karena membangun kota tidak sekadar mendirikan gedung beton dengan desain fisik yang indah saja.
“Jika itu terjadi, penduduk tidak tertarik pindah, IKN berpotensi menjadi ‘kota hantu’ seperti pengalaman ibu kota baru Myanmar, Naypyidaw,” tutur Yusuf.
Sehingga, dibutuhkan keberanian politik bagi presiden terpilih mendatang untuk mengevaluasi IKN Nusantara. Yusuf tak menampik bahwa pindah ibu kota bukan hal baru di dunia, banyak negara melakukannya, namun andai pun Indonesia memilih hal itu, maka harus dilakukan secara berhati-hati.
Perlu dengan perencanaan yang mendalam dan partisipatif, Yusuf berkata, bukan dengan terburu-buru seolah sedang kejar setoran seperti saat ini. “Membahas kembali IKN dan pemindahan ibu kota ini secara lebih mendalam, dan melalui proses demokratis yang partisipatif, menjadi pilihan yang lebih masuk akal,” ucap Yusuf.
Selanjutnya: Kesiapan Rusun ASN dan Pembangunan di IKN...