TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai perdagangan karbon sebesar Rp 29,21 miliar hingga 29 September 2023. Bursa Karbon resmi diluncurkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 26 September 2023.
"Volume unit karbon yang diperdagangkan sebanyak 459.953 ton CO2 ekuivalen," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam konferensi pers virtual pada Senin, 9 Oktober 2023.
Inarno menuturkan, ada 16 pelaku perdagangan karbon yang terlibat dalam transaksi tersebut. Rinciannya, satu penjual, yaitu PT Pertamina Geothermal Energi dan 15 perusahaan lain yang berperan sebagai pembeli.
Dalam perdagangan Bursa Karbon ini, lanjut Inarno, unit karbon yang dijual berasal dari Pertamina New dan Renewable Energy dari proyek Lahedong Unit 5 dan 6 Pertamina Geothermal Energy di Sulawesi Utara.
"Proyek tersebut terdaftar sebagai Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) seri Indonesia Tech Based Solution atau IDTBS," tutur Inarno.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar sebelumny mengatakan pendirian Bursa Karbon menjadi momentum bersejarah dalam mendukung upaya pemerintah mengejar target menurunkan emisi gas rumah kaca. Adapun Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen tanpa bantuan internasional dan 43,2 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
"Bursa Karbon Indonesia bakal menjadi menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangankan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia," kata Mahendra, Senin, 26 September 2023.
Dia juga mengatakan, tujuan yang sangat penting dari perdagangan karbon di Indonesia, yaitu memberikan nilai ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan guna tercapainya target NDC (Nationally Determined Contributions).
RIRI RAHAYU | DEFARA DHANYA PARAMITHA
Pilihan Editor: Dampak Kasus Syahrul Yasin Limpo, Arief Prasetyo Adi Evaluasi Kinerja Pejabat Kementan