TEMPO.CO, Jakarta - Pengumuman mengenai pembatalan pembangunan jalur kereta cepat di wilayah utara telah resmi dikeluarkan PM Inggris, Rishi Sunak. Proyek yang semula ditargetkan akan menghubungkan ibu kota London dengan kota utara Manchester dinilai akan menelan biaya kereta cepat yang berlipat ganda.
Meskipun keputusannya ini menuai banyak kritik dari partainya sendiri, Rishi Sunak telah menyalurkan dana sebesar US$ 43,6 miliar ke sistem transportasi lain yang sudah ada termasuk jalan raya, kereta api, dan bus.
Sebelumnya diketahui HS2 atau High Speed 2 adalah layanan kereta api yang pertama kali diusulkan di bawah pemerintahan Partai Buruh tahun 2009. Kereta cepat ini bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antara wilayah utara dan selatan Inggris yang memungkinkan peningkatan regenerasi sosial. Dengan laju kecepatan hingga 362 kilometer per jam, HS2 diperkirakan menjadi proyek infrastruktur terbesar di Eropa.
Dalam pidato resminya, Sunak menyampaikan bahwa pemberhentian proyek HS2 ini dikarenakan laju inflasi yang tinggi serta krisis biaya hidup yang tinggi di Inggris. Dengan perkiraan anggaran awal untuk proyek ini sekitar US$ 45,5 miliar, namun kini membengkak hingga melebihi US$ 120 miliar. Selain itu, tanggal penyelesaiannya juga diundur jauh yang semula diperkirakan selesai pada awal 2016 mundur menjadi 2040.
Sementara, Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum lama ini meluncurkan kereta cepat Jakarta-Bandung. Jika menilik kembali ke belakang, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mulai dikerjakan pada 2015. Setahun kemudian, proyek ini bahkan dilabeli sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan akan diperkirakan selesai pada 2019. Namun dalam kenyataannya, perampungannya terus mengalami kemunduran. Tak hanya sekali, sebelumnya proyek ini akan direncanakan rampung pada Desember 2022, tetapi akhirnya proyek ini baru rampung tahun ini.
Jokowi menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Whoosh, bukan soal untung dan rugi. Jokowi mengatakan yang paling penting dalam proyek ini adalah rakyat dilayani dengan baik.
“Rakyat dilayani dengan cepat, karena fungsi transportasi massal itu di situ,” kata Jokowi saat ditemui di Stasiun Padalarang, Bandung pada Senin, 2 Oktober 2023, usai peluncuran Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang dinamai Whoosh.
Pembangunan Whoosh menghabiskan biaya lebih dari US$7 miliar oleh perusahaan patungan Cina-Indonesia. Proyek dibangun oleh PT KCIC, yang terdiri atas empat perusahaan negara Indonesia dan China Railway International Co. dari Beijing.
KCJB atau Whoosh dinilai telah melenceng dari perencanaan dan justru merugikan Indonesia. Pada kenyataannya, pembangunan proyek ini justru menyisakan beban negara karena utang ke Cina dengan bunganya yang tinggi harus ditanggung oleh negara.
Hal ini telah disampaikan ekonom sekaligus Direktur Indonesia Development and Islamic Studies, Yusuf Wibisono. Menurutnya penandatanganan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023, telah membuat Indonesia benar-benar masuk dalam jebakan utang Cina.
“Penjaminan atas utang proyek kereta cepat dari Cina ini akan memberikan tambahan beban tidak kecil terhadap APBN karena utang ke Cina dikenakan bunga hingga 3,4 persen,” kata Yusuf.
Belakangan diketahui terjadi pembengkakan biaya dimana pembangunan kereta cepat tersebut menjadi diatas Rp 100 triliun. Sehingga Indonesia membutuhkan suntikan dana tambahan yang dipinjam dari China Development Bank dengan bunga yang cukup tinggi pertahunnya.
Apa yang dialami oleh Indonesia ini sangat mirip dengan apa yang terjadi pada HS2 di Inggris yang dihentikan pembangunannya. Saat ditemui usai peluncuran kereta cepat ini, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa proyek kereta cepat ini bukan soal untung rugi, yang terpenting adalah rakyat dilayani dengan baik. “Rakyat dilayani dengan cepat, karena fungsi transportasi massal itu disitu,” ujarnya.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa prioritas pembangunan kereta cepat pemerintah Indonesia dan Inggris berbeda. Dengan HS1 yang telah dimilikinya, Inggris masih memiliki transportasi massal yang memadai yang dapat memangkas waktu rakyatnya dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan, Indonesia belum memiliki kereta cepat, sehingga pemerintah Indonesia mengesampingkan perihal untuk rugi demi pemenuhan pelayanan transportasi massal untuk masyarakat.
SHARISYA KUSUMA RAHMANDA I DANIEL A. FAJRI I ANDIKA DWI I MOH. KHORY ALFARIZI
Pilihan Editor: Jokowi: Kereta Cepat Bukan Untung Rugi yang Penting Rakyat Dilayani